Khutbah Jumat - Lima Tingkatan Balasan Amal Manusia


Khutbah I


Puncak dari keistimewaan seorang hamba dalam melakukan suatu pekerjaan adalah ketika amal/pekerjaan itu diniatkan hanya untuk Allah Swt. Akan tetapi dalam perjalanannya, mencapai tingkatan itu tidak selalu mudah bagi setiap orang. Karenanya para ulama banyak membolehkan jika ada di antara kita yang melakukan suatu pekerjaan, atau suatu amal, dengan mengharapkan pahala atau balasan yang Allah janjikan. 


Ada banyak ayat dan hadis yang menunjukkan bentuk dan tingkatan balasan bagi amal yang dilakukan seorang hamba. Rasulullah saw. sendiri dalam salah satu hadisnya menyebutkan tingkatan-tingkatan tersebut. Antara lain dalam hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani:

الْأَعْمَالُ خَمْسَةٌ: فَعَمَلٌ بِمِثْلِهِ، وَعَمَلٌ مُوجِبٌ، وَعَمَلٌ بِعَشْرَةٍ، وَعَمَلٌ بِسُبْعُ مِائَةٍ، وَعَمَلٌ لَا يَعْلَمُ ثَوَابَ عَامِلِهِ إِلَّا اللَّهُ 

“(Balasan) bagi amal-amalan/pekerjaan itu ada lima (tingkatan). Ada amal yang dibalas dengan yang semisalnya, ada amal yang mewajibkan, ada amal yang dibalas sepuluh kali lipat, ada amal yang dibalas tujuh ratus kali lipat, dan ada amal yang tidak ada yang mengetahui pahala yang berhak diterima pelakunya kecuali Allah Swt.”


  1. Amalun bimitslihi (Amal dengan balasan yang setimpal):

Ini merujuk pada amal yang dibalas setara dengan apa yang dilakukan. Suatu perbuatan baik dibalas dengan balasan yang sama. Sebagai contoh, ketika seseorang yang memberi senyum kepada orang lain, ia juga mendapat balasan senyum dari orang lain. Seseorang yang beramal memberi makan orang lain, Allah rizkikan ia dengan mendapat makanan lain dari orang lain. Kesetaraan ini bisa terukur dari bentuknya, jenisnya, nilainya, atau bisa jadi usaha untuk mendapatkan atau melakukannya.

  1. Amalun Mujiib (Amal yang wajib balasannya):

Amal wajib memiliki konsekuensi yang pasti dari Allah. Jika seseorang menjalankan kewajiban ini dengan sempurna, ada pahala tertentu sebagai balasan yang wajib atau sudah dijanjikan oleh Allah. Contoh: Menunaikan salat lima waktu. Ini adalah amal ibadah yang wajib dilakukan, dan balasannya sudah ditentukan, yaitu mendapatkan pahala yang pasti dan diampuni dosa-dosanya jika dilaksanakan dengan benar.

  1. Amalun biasyratin (Amal yang dibalas sepuluh kali lipat):

Allah melipatgandakan pahala perbuatan baik hingga sepuluh kali lipat. Secara umum, amal seorang hamba dicatat Allah sepuluh kali lipatnya, sebagaimana yang diinformasikan dalam hadis,

 الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أمثَالِهَا إلى سَبْعِمَائَةِ ضِعْفٍ، والسَّيِّئةُ بِمِثْلِهَا إلَّا أن يَتَجَاوَزَ اللهُ عَنْهَا   

“Kebaikan itu dicatat sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipatnya. Sementara keburukan dicatat semisalnya kecuali diampuni oleh Allah,” (HR.  Ahmad).


Dalam versi yang lebih lengkap, hadis berikut menyebutkan,

يَقُولُ اللَّهُ إِذَا أَرَادَ عَبْدِى أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً فَلاَ تَكْتُبُوهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَا ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا بِمِثْلِهَا وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِى فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةٍ


“Allah Ta’ala berfirman: Jika hamba-Ku bertekad melakukan kejelekan, janganlah dicatat hingga ia melakukannya. Jika ia melakukan kejelekan tersebut, maka catatlah satu kejelekan yang semisal. Jika ia meninggalkan kejelekan tersebut karena-Ku, maka catatlah satu kebaikan untuknya. Jika ia bertekad melakukan satu kebaikan, maka catatlah untuknya satu kebaikan. Jika ia melakukan kebaikan tersebut, maka catatlah baginya sepuluh kebaikan yang semisal  (bahkan) hingga 700 kali lipat.” (HR. Bukhari no. 7062 dan Muslim no. 129).


Namun, ada pula amal tertentu yang dicatat sepuluh kali lipat dengan bentuk balasan yang berbeda. Contohnya seperti yang disampaikan malaikat Jibril kepada Rasulullah saw.

يَا مُحَمَّدُ مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ مَرَّةً كَتَبَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ، وَمَحَا عَنْهُ بِهَا عَشْرَ سَيِّئَاتٍ، وَرَفَعَ لَهُ بِهَا عَشْرَ دَرَجَاتٍ   

“Wahai Muhammad, siapa saja yang bershalawat kepadamu satu kali, maka Allah akan mencatat untuk orang itu sepuluh kebaikan, menghapus darinya sepuluh keburukan, dan mengangkat untuknya sepuluh derajat." (HR. Ibnu Abi Syaibah). 


  1. Amalun bisab’i miatin (Amal yang dibalas tujuh ratus kali lipat):

Allah menyebut dalam Al-Qur'an (QS. Al-Baqarah: 261)

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ    

“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji,”
Dalam konteks zaman dulu, berinfak untuk jihad di jalan Allah bisa dalam artian turut berkontribusi pada pendanaan perang, persediaan makanan, dan sebagainya. Dalam konteks sekarang, berinfak untuk jihad fi sabilillah punya makna berinfak untuk hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan banyak orang, seperti infak untuk memperbaiki sarana ibadah yang perlu perbaikan, membina generasi yang belajar agama, menghidupkan lembaga pendidikan, membangun atau memperbaiki sarana pengairan yang dari aliran itu banyak orang bisa menggunakan airnya, infak memperbaiki jalan yang sering dilewati orang, dan lain-lain. Setiap harta yang digunakan untuk kebaikan jenis ini, Allah janjikan balasan tujuh ratus kali lipat.

  1. Amalun laa ya’lamu tsawaaba ‘aamilihi illallah (Amal yang pahalanya hanya diketahui oleh Allah):

Amal seperti ini sangat spesial karena dilakukan dengan keikhlasan yang sempurna, tidak untuk dipamerkan kepada manusia. Hanya Allah yang mengetahui seberapa besar pahala yang diberikan untuk amal ini. Contohnya antara lain menyembunyikan amal kebaikan, bersedekah tanpa diketahui orang lain, atau amalan-amalan hati seperti keikhlasan yang murni dan zikir kepada Allah dalam kesunyian. Salah satu amal yang tidak diketahui besaran balasannya adalah amal puasa ramadan. Dalam beberapa hadis lain, besaran balasan untuk puasa sunah diketahui dan dijelaskan. Ada balasan amal itu dengan diampuni dosa satu tahun, dua tahun, dan seterusnya. Tapi untuk puasa wajib, tidak disebutkan balasannya sebesar apa atau dalam bentuk apa akan diberikan. 


Hadirin rahimakumullah,

Itulah tingkatan dan gambaran balasan Allah bagi para hamba-Nya. Betapa pemurahnya Allah yang begitu teliti membalas kebaikan hamba-hamba-Nya. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang meraih keutamaan beramal. Amin ya robbal alamin.


بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ   


Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَرِ. 


Hadirin rahimakumullah, sebagaimana disebutkan di awal khutbah pertama tadi bahwa takaran-takaran pahala itu boleh kita jadikan landasan atau motivasi untuk beramal jika kita masih belum bisa melakukan sesuatu sepenuhnya ikhlas karena Allah Swt. Sebab bagaimanapun, hubungan kita dengan Allah bukanlah hubungan yang transaksional. Kebaikan Allah datang bukan semata-mata karena kita berbuat baik, begitu pula ujian yang datang bukan semata-mata karena kita berbuat buruk.


Jika boleh dianalogikan, barangkali hubungan kita dengan Allah itu seperti hubungan orang tua dengan anak. Ada kalanya orang tua menjanjikan sesuatu jika anaknya melakukan suatu kebaikan. Misalkan jika anaknya mau belajar, orang tuanya menjanjikan mainan baru. Jika anaknya menjuarai lomba, orang tuanya menjanjikan pergi wisata, dan sebagainya. Tapi di luar janji-janji semacam itu, ketika anaknya luar biasa baik dan membanggakan, apalagi jika ada kebaikan yang dilakukan anak itu dengan kesadarannya sendiri, orang tua bisa saja memberikan hadiah yang jauh lebih besar dari apa yang bisa dibayangkan anaknya. Bahkan dalam kondisi anaknya tidak berprestasi apapun, orang tua akan tetap punya rasa sayang dan rasa bangga untuk anaknya. Ini karena hubungan orang tua dan anak bukanlah hubungan yang transaksional. Rasa sayang orang tua pada anaknya tidak semata-mata hanya karena anaknya nurut sama perintah-perintah orang tua, tapi secara natural memang begitulah cinta dan kasihnya orang tua untuk anaknya.

Sekarang kita ibaratkan relasi semacam itu untuk kita sebagai hamba dengan Allah Swt. Allah dengan segala sifat-Nya sangat maha pengasih dan maha penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Amal yang kita lakukan bukan karena Allah membutuhkan amal kita, tapi justru kita perlu melakukan lebih banyak amal baik sebagai usaha kita mendapatkan cinta-Nya Allah Swt.


اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ  اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِينَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنا الّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ   عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ ، وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ


Komentar