Ketika para pakar sudah tidak didengarkan lagi

Pernah gak sih kita ketemu dengan orang yang merasa lebih pintar dan merasa paling benar padahal dia bukan ahlinya? Misalnya ada pasien yang mendiagnosa dirinya sendiri dan menolak saran dokter spesialis. Atau ada orang yang baru belajar agama setahun, tapi sudah berani mendebat pendapat kiai yang mesantrennya aja belasan tahun. Atau seorang penjual suplemen diet yang berani menganulir pendapat seorang dokter gizi. Atau mungkin ada juga seorang tukang bangunan yang merasa lebih tahu soal konstruksi bangunan di hadapan seorang ahli teknik sipil? Fenomena ini menjadi satu isu menarik yang dibahas seorang penulis Amerika yang bernama Tom Nichols, dalam bukunya yang berjudul The Death of Expertise, atau Matinya Kepakaran. Secara garis besar, buku ini membahas fenomena di mana masyarakat modern semakin menolak otoritas dan keahlian, meskipun keahlian itu berbasis ilmu pengetahuan dan pengalaman yang mendalam. Nichols menguraikan bagaimana tren ini muncul, dampaknya terhadap masyarakat, sert...

Resensi Buku Pendidikan Karakter

Judul Buku : Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasi

Penulis         : Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag.

Penerbit     : CV. Alfabeta Bandung

ISBN : 978-602-9328-51-6 Tebal: pdk87 (xiv+330) 16x24 cm

Tahun Terbit : 2012


Wacana pendidikan karakter dalam ranah dunia kependidikan kita bukan lagi menjadi hal yang asing, mengingat keberadaannya yang telah hadir sejak UU tentang pendidikan nasional pertama kali digulirkan pada tahun 1946 (yang berlaku tahun 1947). Hanya saja, pada waktu tersebut, pendidikan karakter belum benar-benar diwacanakan dan tidak menjadi fokus utama dunia pendidikan Indonesia. Pendidikan karakter, yang juga disebut sebagai pendidikan akhlak, dalam perjalanan sejarahnya masih digabungkan dengan mata pelajaran agama. Hal ini tentu bukan langkah efektif, mengingat beban yang harus dipikul seorang guru agama, antara materi agama yang sangat luas, dan tanggung jawab karakter yang harus dibentuk. 

Sebagaimana kita tahu, bahwa fenomena kriminalitas remaja dalam khazanah publik Indonesia tidak lagi menjadi hal yang tabu. Kasus narkotika, tawuran antarpelajar, perilaku seks bebas, merupakan sederet insiden-insiden yang mengancam dunia pendidikan. Secara nalar, kita tahu bahwa koruptor itu adalah orang pintar berlatar belakang pendidikan tinggi. Sedangkan pelajar yang tawuran adalah mereka yang masih dalam ruang lingkun binaan sekolah, lembaga pendidikan. Tapi mengapa orang berpendidikan itu terlihat melakukan aktivitas-aktivitas demikian? Mungkin jawabannya adalah, karena mereka tak berkarakter. Sanksi hukum rupanya belum menjadi satu-satunya  solusi efektif dalam penangan hal-hal semacam ini. Karena bagaimanapun, kasus-kasus itu lahir tidak hanya karena faktor salah-benar semata, namun lebih pada interpersonal, moral seseorang, dan hal-hal yang secara tidak langsung mendukung kasus-kasus itu terjadi, seperti kurangnya pengawasan orang tua, metode asuh yang salah, pendidikan formal yang kurang efektif mengajarkan moral, dan lain sebagainya. Mengingat hal demikian, pendidikan karakter yang sudah ada dalam wacana, dirasa sangat perlu untuk kembali diwacanakan. 

Pendidikan akhlak atau karakter bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Ada aspek lain di luar itu yang urgensinya jauh lebih penting, di mana terdapat tuntutan bahwa objek pendidikan karakter harus mampu menanamkan kebiasaan (habitual) tentang pengetahuan yang baik dan yang salah itu, sehingga siswa paham (kognitif), dapat merasakan (afektif), dan terbiasa untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari (psikomotorik). Dalam kerangka prosesnya, pendidikan karakter berangkat dari tahap pengetahuan (knowing). Setelah tahu, ada aksi pelaksanaan (acting), sehingga dua hal itu jika dilakukan secara konsisten akan membentuk kebiasaan (habit) yang pada akhirnya tidak hanya berbicara soal pengetahuan, tapi juga masuk pada wilayah moral, emosi, dan persepsi diri. 

Buku “Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasi” ini berusaha memaparkan secara rinci apa itu pendidikan karakter, dan bagaimana aplikasinya dalam lapangan. Secara komprehensif, buku ini memaparkan betapa pentingnya pendidikan karakter dalam rangka pembentukan manusia yang ideal. Dalam buku ini dibahas konsep pendidikan karakter, fitrah dan kepribadian manusia, berbagai macam metode dan pendekatan, pengembangan kurikulum, peran kepemimpinan kepala sekolah, strategi-strategi, pengintegrasian interdisipliner dalam proses pembelajaran, aplikasi dalam manajemen sekolah, pembinaan kesiswaan,  pengembangan silabus, dan pengembangan rencana pelaksanaan. 

Hanya saja, buku ini lebih dominan mengajarkan pendidikan karakter untuk diterapkan dalam konsep manajemen pelaksanaan sekolah semata. Secara kontekstual, perlu ada bagian yang secara khusus membahas tentang pelaksanaan pendidikan karakter dalam lingkungan keluarga, sebagai pusat pewarisan budaya, kemudian di tahap lingkungan masyarakat, yang secara intens memberi dampak paling besar dalam proses pembentukan kepribadian seseorang.  

Bagaimanapun, pendidikan karakter tetap memiliki peranan yang sangat penting dalam khazanah pendidikan kita, demi terwujudnya masyarakat yang sadar karakter, berbudaya arif lokal, dan menjadi pribadi-pribadi ideal yang tidak hanya baik bagi dirinya, tapi juga untuk bangsa dan agamanya. Wa allahu a’lamu bi ash-showabu. 


Komentar