(Muqoddimah)
Di antara bentuk implikasi ketakwaan seorang hamba kepada Allah Swt. yaitu memiliki sikap zuhud. Zuhud secara sederhana punya makna
وُجُودُ الرَّاحَةِ فِي الْخُرُوجِ عَنِ الْمِلْكِ
Tetap merasa nyaman dan tidak merasa kehilangan saat harta dunia keluar dari kepemilikan kita.
Banyak mispersepsi soal zuhud sebagai sikap tidak mau mengikuti semangat zaman sehingga mereka enggan mempraktikkannya dalam hidup kekinian. Kesalahpahaman inilah yang membuat banyak orang tidak dapat mereguk manfaat serta besarnya pahala zuhud sebagaimana diteladankan oleh Rasulullah saw. Sekadar contoh, banyak orang memaknai zuhud sebagai sikap tidak mau maju di bidang ekonomi seolah menjadi orang berkecukupan adalah murni perkara dunia. Nabi Muhammad saw. sama sekali tidak pernah melarang umatnya untuk maju dari segi perekonomian. Banyak sahabat di sekeliling beliau yang kaya raya dan menjadi saudagar tajir kala itu. Zuhud bukanlah penghalang untuk itu.
Definisi zuhud yang sebenarnya adalah membuang rasa cinta berlebihan terhadap dunia dan seisinya dari dalam hati. Mengutip Imam al-Junaid dalam Madarij as-Salikin, ia menulis, “orang yang zuhud tidak menjadi bangga karena memiliki dunia dan tidak menjadi sedih karena kehilangan dunia.”
Mengutip dari salah satu perkataan Imam Ghazali,
ﻭﻟﻴﺲ اﻟﺰﻫﺪ ﻓﻘﺪ اﻟﻤﺎﻝ ﻭﺇﻧﻤﺎ اﻟﺰﻫﺪ ﻓﺮاﻍ اﻟﻘﻠﺐ ﻋﻨﻪ ﻭﻟﻘﺪ ﻛﺎﻥ ﺳﻠﻴﻤﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻼﻡ ﻓﻲ ﻣﻠﻜﻪ ﻣﻦ اﻟﺰﻫﺎﺩ
Zuhud bukan berarti tidak punya harta. Zuhud adalah kosongnya hati dari cinta berlebihan kepada harta. Kanjeng Nabi Sulaiman as. itu contoh orang yang zuhud di masa kekuasaannya.
Hadirin rahimakumullah
Barangkali kita pernah mendengar gaya hidup minimalisme yang sedikit banyak sering dibahas oleh banyak orang saat ini, maka konsep Zuhud sejatinya punya arsiran kesamaan dengan itu. Jika hidup minimalis adalah dengan cara menyederhanakan pikiran dari materi, barang, dan hal-hal yang distraktif, maka Zuhud punya pendekatan agar kita bisa melepaskan keterpenjaraan pikiran akan dunia dan puncak cita-citanya adalah kehidupan akhirat yang enak. Kita boleh (bahkan harus) tetap terus bekerja tak henti-hentinya, tapi kalo mindset kita ke akhirat, nantinya ada rasa plong dan enteng. Inilah yang sering dikatakan sebagai hati yang sudah selesai.
Hadirin rahimakumullah
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa kita diperintahkan untuk mengejar akhirat, tetapi tidak melupakan dunia. Meskipun di ayat yang sama ditekankan, dunia itu penting, tetapi tidak menjadi prioritas utama. Sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Qashash ayat 77:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.
Hadirin rahimakumullah
Ada satu hadis Rasulullah saw. yang berkaitan dengan zuhud dalam keseharian kita. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, Rasul mengatakan,
مَنْ أَصْبَحَ وَهَمُّهُ الدُّنْيَا
Barang siapa yang di pagi hari sudah bingung urusan dunia,
شتَّتَ اللهُ عَلَيْهِ أَمَرَهُ
maka Allah akan membuat urusannya berantakan
وَفَرَّقَ عَلَيْهِ ضَيْعَتَهُ
pekerjaannya gak karuan/gak sinkron
وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ
Allah akan menjadikan rasa fakirnya (rasa takut, rasa tidak pernah cukup, tidak pernah puas) di depan matanya
وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدَنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ
padahal tidak akan datang dunia kecuali sesuai dengan yang telah diperuntukkan untuknya.
وَمَنْ أَصْبَحَ وَهَمُّهُ الآخِرَةُ
Tapi barang siapa yang di waktu pagi pikirannya (semangatnya) tentang akhirat
جَمَعَ اللهُ لَهُ هَمَّهُ
Allah akan membuat pekerjaannya mudah dihadapi
وَحَفِظَ عَلَيْهِ ضَيْعَتَهُ
Allah akan menjaga pekerjaannya/profesinya
وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ
Allah akan membuat rasa cukup hadir di dalam hatinya
وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ
dan dunia akan datang kepadanya dalam kondisi rendah/hina.
Hadirin rahimakumullah
Demikianlah khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan kita semua dianugerahkan kemampuan untuk menjadi hamba yang zuhud, yang sesibuk apapun keseharian kita, kita tetap punya akhirat sebagai semangat utamanya.
Khutbah II
(Muqaddimah)
Imam Hambali pernah mengatakan, “Zuhud itu ada tiga jenis. Pertama: Meninggalkan keharaman. Ini adalah zuhud orang awam. Kedua: Meninggalkan perkara mubah/halal yang tak bermanfaat. Ini adalah zuhud orang istimewa. Ketiga: Meninggalkan segala perkara yang menyibukkan dari upaya mengingat Allah Swt. Ini adalah zuhud orang arif (yang sudah makrifat kepada Allah Swt.).”
Apa yang disampaikan Imam Hambali ini kiranya bisa menjadi panduan untuk kita mengimplementasikan Zuhud dalam hidup kita. Mulai dari meninggalkan keharaman, meninggalkan perkara yang tidak penting, dan ultimate-nya bisa meninggalkan perkara yang berpotensi melupakan Allah Swt.
(Doa)
Komentar
Posting Komentar