Menelusuri Perjalanan Psikologis Seorang "Pria yang Mencuci Piring"

Apa jadinya ketika seorang psikiater, yang notabene tukang ngobatin orang-orang sedih dan kehilangan, malah mengalami kesedihan dan kehilangan? Buku ini menawarkan perspektif menarik tentang proses berduka melalui pengalaman pribadi seorang psikiater, dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ., yang menghadapi kehilangan anaknya. Dengan gaya penulisan yang sederhana dan penuh makna, buku ini mengajak pembaca untuk menyelami dunia psikis seseorang yang berjuang untuk mengatasi kesedihan dan menemukan kembali kekuatan untuk melanjutkan hidup. Buku ini disusun dengan gaya yang mudah dipahami, menggunakan diksi sederhana yang cocok untuk kalangan luas. Meskipun penulis adalah seorang profesional medis yang akrab dengan istilah psikologi dan kedokteran, ia berhasil mengemas konsep-konsep tersebut dalam bahasa yang sangat mudah dipahami, sehingga pembaca dari berbagai latar belakang dapat menikmati dan mengambil manfaat dari pembacaannya. Secara struktur, buku ini terdiri dari 16 judul, yang secara berur...

Perubahan dan Resolusi Tahun Baru

Waktu SD kelas 4 pernah ikutan Pildacil, naskahnya dibuatkan oleh kakak saya. Isi naskahnya adalah seputar ayat sebelas surah Ar-Ra'd, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah sesuatu yang ada pada diri mereka sendiri." Materi ceramah itu singkat hanya tentang ayat itu, disertai dengan penjelasan sederhana untuk porsi anak SD dan contoh fenomenanya.

Pildacil itu sudah berlalu belasan tahun lalu, namun naskah ceramah itu merupakan naskah pertama yang saya hafalkan dalam hidup saya, sehingga materi ceramah itu sekelebatan masih saya ingat sampai sekarang.

Tiba-tiba saja saya teringat materi itu lantaran di hari pertama 2023, saya membereskan tumpukan buku dan rak usang di rumah ibu saya. Ada buku-buku zaman SD, ada coretan ujian Matematika, dan salinan sertifikat Pildacil yang rapi terlaminasi. Banyak kenangan di tumpukan berdebu itu, juga pelajaran yang bertaut antara materi Pildacil 2004 lalu dengan tahun baru 2023 saat ini.

Setiap tahun orang-orang sibuk membuat resolusi, dan kalau dipikir-pikir, kayanya saya gak pernah muluk-muluk bikin resolusi. Saya ingat pernah sekali bikin resolusi dan saya tulis dengan serius di tahun 2019, bahwa saya di tahun itu ingin segera lulus kuliah. Tapi eh tapi, meleset. 

Ayat Ar-Ra'd tadi seringkali dibaca dengan perspektif bahwa untuk mewujudkan suatu perubahan besar dalam diri kita, kita harus melakukan perubahan-perubahan tertentu terlebih dahulu (etika, sikap, mindset, pola interaksi, kebiasaan, dll.), baru kemudian Allah akan menganugerahkan perubahan besar buat hidup kita. Jika pembacaannya demikian, yang mana mirip-mirip dengan doktrin muktazilah (usaha manusia menentukan sesuatu, baru Allah mengikutinya), maka tidak akan sesuai dengan realitas di kehidupan kita. Ada yang kerja ngiklan tiap hari tapi tak kunjung closing, ada yang dari pagi sampai malam paling rajin di kantor tapi tak kunjung naik jabatan, dan lain-lain. 

Sialnya, penjelasan itu yang saya sampaikan di materi Pildacil waktu itu. Padahal kalau dibaca-baca ulang, ayat itu hanya penggalan yang diambil dari sebuah ayat yang panjang, sehingga tafsirnya tidak bisa dibaca sesederhana "kalau ingin berubah, harus berubah dari diri sendiri."

Misalnya dalam salah satu sumber, At-Thabari bilang bahwa ayat ini menjelaskan semua orang berada dalam kebaikan dan kenikmatan yang tidak akan Allah ubah kecuali orang itu sendiri yang mengubah kebaikan dan kenikmatan itu menjadi keburukan, sebab perilakunya sendiri. Versi Imam Qurthubi bilang bahwa ayat ini merupakan pemberitahuan tentang Allah yang tidak akan mengubah suatu golongan sehingga ada salah satu di antara mereka yang muncul dan melakukan gebrakan perubahan.

Terlepas dari perspektif manapun, saya tidak sepantasnya bicara bidang ini. Silakan tanya Aroka atau Farid yang makin hari makin pandai jualan ayat. (Loh, gimana?)

Di tahun baru ini, saya ingin mengutip perkataan James Clear dalam buku Atomic Habit. Konsep perubahan yang ia tawarkan memang ada benarnya, bahwa perubahan itu sebaiknya jangan dibuat sebagai target dalam jangka waktu tertentu. Tahun ini ingin beli mobil, tahun itu ingin menerbitkan buku, dan lain-lain. target perubahan semacam itu, kata James, tidak menciptakan sistem dalam keseharian kita. Jika dalam tahun tertenttu yang kita targetkan ingin beli mobil, lalu mobilnya kebeli, lalu setelahnya akan apa? Kata James, dari pada narget tahun ini beli mobil, mending bangun aja kebiasaan nabung setiap hari, misalnya. Jika suatu waktu dananya cukup buat beli mobil, silakan beli mobil. Setelah mobilnya kebeli, kebiasaan nabungnya tetap berjalan secara berkelanjutan. Hal semacam ini yang dari kaca mata James perlu diperhatikan agar kita tidak salah memilih resolusi di tahun baru. Berapa banyak di antara kita yang punya resolusi punya badan ideal dengan cara instan membeli suplemen dan aneka formula, padahal meresolusi diri supaya punya gaya hidup sehat jauh lebih penting. Dengan rutin olah raga dan jaga pola hidup sehat sedikit demi sedikit setiap hari, adalah resolusi yang lebih nyata, menurut James, yang jika ada bonus badan menjadi ideal di waktu tertentu, setelah badannya ideal pun tidak akan menjadi titik henti bagi keberlangsungan suatu kebiasaan baik.

Perubahan 1% setiap hari jauh lebih baik dibanding menarget resolusi perubahan 30% atau 50% dalam setahun.

Ayat di surah Ar-Ra'd dan teori James Clear sangat bisa kita kombinasikan dalam meresolusi diri di tahun baru ini. Kita lakukan perubahan yang bisa kita ubah, disertai dengan keyakinan bahwa segala perubahan apapun mustahil terjadi jika bukan karena kehendak yang Maha Berkehendak. Saya khawatir, jangan-jangan tiap tahun kita bikin resolusi tapi cuma sebatas ditulis saja tanpa pernah disampaikan pada Zat yang paling mungkin melakukan resolusi untuk hidup kita. Kalau betul demikian, betapa sombongnya kita jika memang benar kita makhluk beragama.

Kalau ditanya resolusi, saya gak tau harus jawab apa. Yang pasti, saya ingin dapat banyak kejutan menyenangkan di satu tahun mendatang, entah dari orang tersayang, entah dari lingkungan orang-orang yang makin hari makin kepooo aja urusan kita makan di mana dengan siapa. Hih.

Selamat Tahun Baru!


Komentar