Selamat Datang di Istanbul!
Sejak lama ingin berkunjung ke kota ini dan Alhamdulillah kesampean juga. Dulu 2012 tinggal selangkah lagi dapet Turkish Burslary, eh gagal. Tahun 2017 udah nabung dan ngitung-ngitung, eh gagal. Kemaren April udah janjian dengan kawan Malaysia mau kuy-kuy barengan, bahkan udah booking hotel, eh gagal lagi. Baru di Oktober ini ketemu takdirnya.
Karena pertanyaan terbanyak dari teman-temanku adalah soal biaya, maka tulisan ini akan bahas soal biaya. Soal duit yang selalu jadi kekhawatiran kita bersama yang BPJS (Budget Pas-pasan, Jiwa Sosialita). Kita mulai dari harga tiket pesawat.
Saya terbang dari Cairo ke Istanbul (IST, New Istanbul Airport). Katanya sih kalau mau murah, warga Mesir terbangnya jangan dari Cairo, tapi dari Hurghada ke bandara Istanbul lama (Sabiha Airport). Sama-sama di Istanbul, bedanya yang baru di sisi Eropa, Sabiha di sisi Asia. Soal harga tiket akan sangat bervariasi tiap musimnya, silakan cek travel agent kesayangan anda. Saya dapat harga 5800 Pound Mesir untuk rute Cairo-Istanbul-Jakarta plus cashback makan gratis di mat’am sampe kenyang di Qahera Travel.
Sebelum terbang, pemegang paspor Indonesia harus punya visa untuk bisa masuk Turki. Harganya untuk single entry dan single jomblo adalah 35$. Bisa beli online sebagaimana yang kulakukan (+ 1,62$ charge mastercard), bisa juga Visa On Arrival (VOA) ketika tiba di bandara sebelum imigrasi. Kabarnya, konter VOA sering tutup selama koronces ini jadi lebih baik urus evisa online aja di sini. Kalau kamu warga Mesir dan gak punya kartu Visa/Mastercard, minta tolong aja sama tukang bagasi yang pada punya member card Etihad/Emirate. Miles dan uang digital mereka bisa dipakai untuk bayar evisa. Dan bagi tukang bagasi bisa jadi bisnis baru buat jasa minjemin reward card-nya. Bagus kan ideku? Akang bagasi, thank me later.
Ketika mendarat di IST, pengeluaran pertama kita adalah bayar trolley. Trolley di sini gak gratis cuy! Harus bayar 10 TL (Turkish Lira). Karena saya gak punya uang Lira, saya menukar uang dulu di money changer di area pengambilan bagasi. Nukar seperlunya aja, penukaran sini ambil komisi banyak banget! Dia mau naik haji kali. Selisihnya bisa di atas 100an Lira dibanding valuta di Xe.com untuk penukaran 100$.
Setelah punya uang lira, masukin 10 TL itu ke mesin trolley dan dapatlah trolley buat ngangkut koper kita. Jika kamu datang tanpa bawa koper, alias backpakeran yang cuma bawa backpack, atau bagasi kabin aja, kamu gak perlu pengeluaran 10 TL ini.
Dari bandara Istanbul kita akan butuh transportasi ke pusat kota/hotel/tempat tinggal kita selama di sini. Kuakui, ini bandara terdebess yang pernah kukunjungi. Semua petunjuk arahnya sangat jelas dan mudah diikuti oleh orang yang pertama kali ke bandara ini. Tenang, semua perunjuk arah ada terjemahan bahasa Inggrisnya kok.
Untuk menuju pusat kota, kita bisa naik bis Havaist (dibaca: Hawaist. Huruf V dibaca W. Pelajaran pertama di Turki). Taksi juga ada tapi ku harus jadi anak Duta Besar Mesir dulu biar bisa naik itu. Sebagai perbandingan, Havaist dari bandara ke Halkali tarifnya 21 TL, pake Taksi 200 TL. Lumayan bikin mules kan? Ada juga bus umum lainnya, tapi kita harus punya Istanbulkart dulu untuk bayarnya. Katanya sih begitu. Jadi saya naik Havaist aja.
Cara beli tiketnya, bisa beli di loket dekat terminal bis (lantai -2, turun dua lantai pakai lift dari pintu keluar bandara). Bisa juga di sana sekalian beli Istanbulkart, kartu transportasi publik yang akan sangat berguna selama di Istanbul. Kartu itu wajib punya jika ingin menggunakan kendaraan umum seperti metrobus, marmaray (semacam MRT/Commuter Line), bis kota biasa, kapal feri, termasuk masuk toilet umum di beberapa tempat harus pakai kartu itu. Atau bisa pakai cara kedua sebagaimana yang saya pakai. Saya gak beli Istanbulkart di sana, tapi cuma udah bikin akun Havaist online dan top up saldo pake kartu visa. Jadi pas nyampe terminal, saya gak antri beli tiket dulu tapi langsung nyosor ke bis. Si mamang-mamang bisnya langsung scan QR code di aplikasi Havaist hape saya, masukin bagasi ke bis, dan tinggal duduk manis sampai tempat tujuan.
|
Bus Havaist
|
Ada belasan bis Havaist di sana, dan kebetulan saya ambil bis nomor 6 tujuan Halkali. Dari halte Halkali, saya naik taksi ke rumah kawan yang saya tempati selama di sini. Teman saya jemput di halte ini dan mereka pesan taksinya online. Saya lupa nama aplikasinya, tarifnya sekitar 20 TL untuk perjalanan di bawah 5 kilometer.
Karena judulnya backpacker, jadi kita harus cari opsi gratis secara optimal. Saya termasuk hemat pengeluaran karena seminggu di sini tanpa sewa hotel, tapi tinggal di rumahnya teman. Meski gratisan tapi kita harus tau diri ya, seenggaknya pas datang jangan bawa tangan kosong. Misalnya, bawain tempe yang banyak, mereka seneng kok. Karena tempe adalah barang langka di Turki, maka saya bawa 12 buah tempe dari Cairo. Keliatannya sih mereka seneng, gak tau kalo di belakangku. Heuheu…
Penghematan kedua di kartu Istanbulkart. Saya gak beli baru tapi dipinjemin temen. Jadi cukup isi saldo ketika akan dipakai. Istanbulkart ini sekali tap naik Marmaray kena bayar 3,5 TL. Rata-rata segitu. Di hari ketiga aja, saya sudah top up di atas 70 TL karena seringnya pakai kartu ini untuk bulak-balik naik transport publik dari satu tempat ke tempat lain. Tips lebih hemat, cari teman mahasiswa yang kartunya nganggur. Khusus Istanbulkart punya mahasiswa sini, sekali tap cuma kena 1 TL. Murah banget kan. Sayangnya temanku pada sibuk juga mobilitasnya jadi gak ada yang bisa kupinjam kartunya.
|
Tiket masuk Topkapi Palace
|
Untuk tiket-tiket tempat wisata, kalau memang mau mengunjungi semua tempat wisata alangkah baiknya beli kartu Museum Pass, harganya sekitar 350 TL bisa untuk akses 30+ museum dan berlaku untuk 6 hari. Tapi kalau mau seperlunya aja mending gak usah beli kartu itu. Saya hanya dua kali beli tiket, pertama ke Topkapi Palace 100 TL, kedua ke Basilica Cistern 30 TL. Sisanya saya berterima kasih kepada Erdogan yang sudah mengembalikan Ayasofya dari mueum kembali masjid, karena dengan begitu bisa masuk gratis tanpa tiket. Termasuk Blue Mosque juga gratis.
Pengeluaran makanan bisa jadi pengeluaran yang gak sepele bagi saya. Sangat bisa dihemat kalau gak banyak maunya kaya saya. Saya lumayan bisa hemat makan pagi karena di rumah teman ada nasi dan lauk yang masak sendiri. Mereka yang masak, aku yang makan. Kan tamu wkwkw. Begitupun dengan makan malam, seringnya udah siap makan aja tanpa tau prosesnya. Lagi di luar ketika jalan-jalan, berkali -kali ditraktir dengan alasan “tamu diem aja!”. Seneng deh temenan sama orang-orang yang kalo akhir bulan duitnya masih di atas 200 pound. Sobat musaadah, mundur! Gkgkgk
Kalau ditotal secara umum, rincian pengeluaranku selama seminggu di sini sekitar 1500 TL. Pengeluaran besar ada di beli sim card vodafone paket 20 GB seharga 250 TL (karena waktu di bandara nemu harga itu yang paling murah. Lesson learned: jangan beli kartu di bandara. Saya terpaksa beli kartu karena waktu itu butuh internet untuk buka aplikasi Havaist) dan ngontak teman yang jemput di Halkali, takutnya saya nyasar kan gak lucu nyasar sambil bawa bagasi 40 kilo lebih. Pengeluaran terbesar kedua ada di tes swab PCR sebelum pulang ke Jakarta seharga 250 TL. Yang terbesar tentu saja makanan di angka 400 TL. Kalau mau hemat beli aja indomie 14 bungkus, jadi sehari dua indomie. Harga indomie kalo gak salah 3 TL satunya. Pengeluaran sisanya untuk transportasi dan item pribadi seperti beli sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, dan oleh-oleh.
Itulah gambaran umum pengeluaran saya di Istanbul selama seminggu. Saya sengaja habiskan waktu di Istanbul aja tanpa ke luar kota lainnya, karena menganut aliran jalan-jalan Nathan Drew: slow pace traveling. Jalan-jalan itu bukan untuk berkunjung sekejap dan foto lalu beres, tapi nikmati setiap detailnya secara perlahan dan tidak terburu-buru. Karena kalau tujuan jalan-jalan adalah untuk diri sendiri, kenapa harus buru-buru dikejar itineraries? Berdoa aja semoga ada rizki buat balik lagi ke Turki dan menghabiskan seminggu dua minggu lainnya di kota yang berbeda. Jauhkan mindset “habiskan semua tempat di satu waktu mumpung lagi ke sana”. Optimis aja bakal jadi orang kaya huehehehehe….
Oktober, 2020.
Baca juga:
- Nasehat untuk Maba dari Kakak yang Udah Dua Kali Rosib
- Guru Bimbel, membantu najah atau mempercepat nikah?
- Jika Masisir menikah dengan non-masisir
- Seni menangani jamaah haji nyasar
- Kenapa Masisir suka pencitraan?
- Surat cinta untuk Adek yang gak lolos seleksi ke Mesir
Komentar
Posting Komentar