Kata Nurai, bertanya bukan pada ahlinya sama seperti meminta diantar ke Darosah ke akhwat PKS. Atau sebaliknya, meminta diantar maen dalem mall tapi ke ahbab talaqi. Apakah generalisasi ini merupakan sesuatu yang benar adanya? Belum tentu. Anak liqo yang talaqinya tidak di madhiyafah Darosah, bisa jadi tahu betul pelosok Darosah karena mungkin suka ngejemput bagasi, dan ahli talaqi di Darosah juga bisa jadi tahu segala mall karena mungkin beli refill kopi seduhnya selalu starbuck.
Cara berpikir menganggap benar suatu dugaan atas dasar mayoritas adalah salah satu kesalahan berpikir yang juga pernah dibahas di
tulisan sebelumnya. Tapi nampaknya, bukan hanya itu kesalahan berpikir yang sering terjadi di lingkungan kita. Salah satunya adalah jika hanya berdasarkan
tulisan teman-teman KSW soal pembagian musa'adah PPMI Mesir, dan kemunculan blog-blog beropini dadakan yang memberikan reaksi, apakah kita punya cukup alasan untuk mengalamatkan kesalahan kepada PPMI Mesir?
Saya tidak akan membahas apa yang seharusnya dilakukan PPMI atau apa yang seharusnya dilakukan oleh penerima musa'adah, karena yang saya pikirkan hanyalah gimana caranya bisa tetap makan daging ayam dan beras secara enak dan gratis tanpa harus ikutan ngantri berdesak-desakan di depan Wisma Nusantara. Bihaadzihil bisaathah~
Untuk mengkritik kinerja atau gagasan seseorang, kita tidak perlu menjadi setara dulu dengan posisi yang dikritik. Tidak pula perlu dalam kondisi melakukan hal yang sama. Saya bukan presiden tapi tetap bisa mengkritik kinerja Jokowi. Saya tidak bisa masak tapi tetap bisa mengatakan ini keasinan atau itu kurang mecin. Saya bisa mengkritik kebijakan Pak Dubes tanpa ada keharusan saya harus jadi Dubes dulu. Termasuk saya dan kita bisa mengkritik kinerja PPMI Mesir tanpa harus terlibat dulu sebagai pengurus PPMI Mesir. Ketika seseorang mengkritik, adalah tidak sama dengan dia menyepelekan atau mengerdilkan usaha yang dikritik. PPMI mengalami kegagalan dalam manajemen pembagian musaadah (meskipun mungkin saja strategi yang kurang berhasil itu sudah dirancang matang-matang), dan kita sah untuk mengkritik strategi itu. Jika ada pihak terkritik bersikap defensif atas kritik, ia harus paham bahwa kritik bukan berarti mengesampingkan usaha mereka dalam melakukan proses. Karenanya tidak boleh mengangkat alasan "gue udah usaha mati-matian dan lo gak tau apa-apa" sebagai tameng agar tetap merasa benar. Juga tidak boleh juga menjadikan alasan "mereka udah kerja keras jadi gak enak kalo mau ngritik" untuk tidak mengkritik hal-hal yang perlu dikritik, semisal acara wisuda yang mulainya ngaret, pertunjukkan seni yang kurang greget, atau PPMI yang beli mobil baru. Akahkah kita hanya peduli pada hal-hal yang hanya secara langsung berkaitan dengan perut kita?
Sketsa Cutterme saya sering kok disebut gak mirip, atau mungkin potongannya kurang rapi, tapi saya harus adil sejak dalam pikiran bahwa kekurangan itu yang mengantarkan saya menuju Cutterme yang lebih baik. Kuy order!
Konsep kritik seperti di atas sejak pertengahan abad 18 lalu telah ditawarkan Ferdinand de Saussure melalui strukturalisme-nya, yang juga diikuti oleh banyak kritikus Mesir seperti Taha Husein, Abbas Aqqad, Abdurrahman Syakir, al-Maziny, dan lainnya. Di awal tahun 1900-an, kritik menjadi fenomena baru dalam peradaban ilmiah Mesir, bahkan menjadi titik di mana Mesir mulai menemukan dinamikanya dalam membangun peradaban modern. Suatu karya, gagasan, kebijakan, ketika sudah dilempar ke penerimanya, maka hal itu menjadi milik penerima sepenuhnya. Misalnya cerpen yang sudah dibaca orang lain punya kemerdekaannya sendiri untuk dikritik sebab penulisnya telah dianggap "mati".
Jika suatu masyarakat sudah terbiasa dan akrab dengan dunia kritik, tidak menutup kemungkinan di sanalah dinamika ilmiah akan menemukan rodanya. Kebayang gak, di suatu masa entah kapan, sosmed Masisir ini bukan ramai oleh perang broadcast bagasi atau tanbih mobil polisi lagi operasi di daerah mana, tapi ramai oleh berbagai tulisan-tulisan Masisir yang diskusi-able dan pinter-able. Ciri paling mudah apakah kita sudah akrab atau tidak adalah dengan melihat apakah kritikus punya kenyamanannya ketika menghasilkan produk kritik, atau justru masih dipersekusi dan dihujat oleh mereka yang keseringan hidup dalam opini yang homogen. Kritik itu bukan nyinyir, akhi ukhti fillah~
Kembali ke tulisan orang-orang soal musaadah kemarin. Jika kita ingin menyoroti aspek mengenalkan "budaya" Indonesia yang katanya awut-awutan ketika ngantri musa'adah, dan mungkin ada pihak yang merasa awut-awutan ini disebabkan oleh ketidakbecusan PPMI, maka saya kira perlu juga kita melihat secara adil bahwa ngantri musaadah sambil ngerokok di sana sini juga bukan "budaya" yang layak untuk dikenalkan juga ke masyarakat Mesir. Mungkin akan berbeda pendapat apakah meroko di tempat umum adalah bagian dari hal yang baik atau kurang baik. Tapi untuk alasan etis dan estetis, dari kaca mata paling subjektif, kayanya masih ada cara lain untuk mengenalkan Indonesia ke orang Mesir selain ngantri musa'adah sambil ngerokok.
Jika ada yang merasa tidak enak terhadap warga sekitar karena merasa mengganggu kondusivitas, sebaiknya kita juga punya perasaan itu terhadap pengurus Wisma Nusantara. Dari sekian banyak Masisir yang makan daging ayam Baba Ragab, berapa banyakkah yang tahu bahwa PPMI itu cuma numpang sekre di Wisma? Di AD-ART Wisma Nusantara tertulis hanya ada jatah satu ruang kamar untuk jadi tempat tinggalnya pengurus PPMI dengan jumlah penghuni di bawah lima orang, dan secara tidak tertulis tidak ada hak penuh bagi PPMI untuk mendatangkan "tamu" sebanyak lebih dari 700 orang buat bagi-bagi daging ayam dan beras. Di saat ada banyak orang ikut menyalahkan kinerja PPMI dan menggerutu karena sesak napas karena terdorong-dorong lautan orang, tidakkah kita perlu tahu bahwa taman wisma yang rusak, pagar yang oyag, kursi yang patah, itu semua salah siapa? Apakah harus Wisma Nusantara mengeluarkan uangnya sendiri untuk memperbaiki kerusakan fasilitas yang rusak bukan karena kesalahan mereka? Tidakkah kamu tahu bahwa gara-gara masalah ini, Direktur Wisma Ustadz Robby tidak bisa tidur di atas jam sepuluh malam? Sekalipun panitia musaadah memberikan beberapa kilogram beras dan daging ayam kepada pengurus Wisma, belum tentu pihak Wisma mau menganggap itu sebagai kompensasi dari kekacauan yang ada.
Di tengah banyaknya doa yang kita hantarkan untuk kelancaran ujian dan doa untuk orang tua, kiranya perlu juga kita selipkan doa untuk Baba Ragab yang telah secara konsisten memberikan bantuan moril dan materil dalam rangka mendukung para tholabul ilmi agar bisa belajar bener-bener di Mesir. Jangan sampai tenaga yang diekstrak dari beras Baba ini hanya digunakan untuk maen hago, ludo, dan pubg. Tak apalah bulan lalu saya nitipin Cutterme ke temen buat Baba Ragab, tapi yang dapet duit bulanan sampai sekarang dari Baba adalah temen saya yang saya titipin. Tak apa pula tahun lalu saya ngasih contekan tugas bahts ke temen seangkatan tapi dia malah jayyid dan aku yang menanggung rosib. Tak apalah jika ada Masisir yang cuma kursus bahasa Inggris tapi ngakunya kuliah di kampus termahal di Mesir. Tak apalah jika akhwat keluar malem, pergi ke warung pake baju piyama, sebab ada bahan buat jomblo ngobrol sampe larut. Tak apa pula kamu berbakat untuk kecewain aku lagi dan lagi, tapi seenggaknya jangan kecewain harapan Baba Ragab ketika ngasih daging ayam secara cuma-cuma. Kamu bisa, ya?!
14 Januari 2019.
Komentar
Posting Komentar