Menelusuri Perjalanan Psikologis Seorang "Pria yang Mencuci Piring"

Apa jadinya ketika seorang psikiater, yang notabene tukang ngobatin orang-orang sedih dan kehilangan, malah mengalami kesedihan dan kehilangan? Buku ini menawarkan perspektif menarik tentang proses berduka melalui pengalaman pribadi seorang psikiater, dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ., yang menghadapi kehilangan anaknya. Dengan gaya penulisan yang sederhana dan penuh makna, buku ini mengajak pembaca untuk menyelami dunia psikis seseorang yang berjuang untuk mengatasi kesedihan dan menemukan kembali kekuatan untuk melanjutkan hidup. Buku ini disusun dengan gaya yang mudah dipahami, menggunakan diksi sederhana yang cocok untuk kalangan luas. Meskipun penulis adalah seorang profesional medis yang akrab dengan istilah psikologi dan kedokteran, ia berhasil mengemas konsep-konsep tersebut dalam bahasa yang sangat mudah dipahami, sehingga pembaca dari berbagai latar belakang dapat menikmati dan mengambil manfaat dari pembacaannya. Secara struktur, buku ini terdiri dari 16 judul, yang secara berur...

Beberapa Alasan Agar Tidak Kuliah di Mesir

Gambar dari sini.
Meski sudah hampir genap empat bulan tidak lagi jadi admin Atdikcairo.org, saya masih sering mendapat kiriman email dan pesan whatsapp dari pemuda harapan bangsa yang ingin kuliah ke Mesir. Mungkin kontak saya berkembang biak dengan cara tak terduga, tersimpan di berbagai kontak anak-anak pesantren, anak-anak SMA, dan beberapa orang tua yang ingin anaknya kuliah di Mesir. 
Sejujurnya saya sudah mulai malas menanggapi berbagai pertanyaan "mau tanya beasiswa Mesir", "kapan tes?", "persyaratannya apa?", dan sebagainya. Tapi di waktu yang sama, saya khawatir jika kemalasan dan kejutekan saya dalam menanggapi itu menyebabkan terputusnya harapan mereka yang begitu sangat ingin menuntut ilmu di Mesir.

Saya sangat menghargai tingginya minat masyarakat Indonesia yang ingin melanjutkan studi di Al-Azhar. Tapi alangkah baiknya jika tingginya antusias tersebut juga dimbangi dengan pertimbangan yang matang mengenai kondisi negara tujuan. Hal itu yang sejauh ini, selama melayani ratusan pesan adik-adik yang ingin lanjut studi di Mesir, saya temukan hilang. Pemahaman adik-adik kita soal Mesir baru pada sebatas bisa foto-foto cantik di Instagram, bisa jadi adik almamaternya Syekh Yusuf Qardhawy, atau karena ingin menghindari pernikahan mantan..... emmm... seperti saya.

Dalam konteks yang lebih global, saya kira buku Menuju Kiblat Ilmu karyanya Kang Cecep Taufiqurrahman sudah cukup menjawab. Muatan informasi yang akurat serta sentuhan pengalaman pribadi dalam tulisannya sedikit banyak mampu menyuntik gairah generasi bangsa untuk tertarik belajar di Mesir. Tapi dalam ruang yang lebih sempit, saya kira buku itu tidak cukup membuat kita semua menjadi lebih realistis dalam beberapa hal. Misalnya dalam biaya hidup, dalam menghadapi ketidakstabilan negara, dalam menghadapi ancaman keamanan, dan berbagai pertikungan asmara yang tak bisa dipungkiri. 

Kali ini saya ingin mengingatkan diri sendiri bahwa kehidupan seorang mahasiswa di Mesir tidaklah akan selalu seindah Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, atau status-status kita ketika masih menjadi mahasiswa baru yang baru pertama kali mengunjungi Nile dan Piramid. Tentu saja tanpa ada maksud menjelek-jelekkan negara ini, tapi untuk memberi gambaran seperti kata seorang filsuf, hidup adalah gelinding bola yang tersusun dari benang pabeulit.

Kira-kira apa saja alasan untuk tidak memilih Mesir sebagai tujuan studi?


1. Keamanan

Sejak Revolusi 2011 lalu, negara ini punya definisi lain soal kehidupan negara yang stabil. Sebagai warga asing, kita tidak punya terjemahan bebas soal definisi tersebut. Logika sederhanyanya, jika pondasi rumahnya saja sedang dalam kondisi rusak dan perbaikan, maka hal remeh temeh seperti pot bunga dan bingkai foto di rumah itu bukanlah prioritas yang harus diperhatikan. Lalu lintas yang semrawut, fasilitas publik yang rusak, sampah di mana-mana, pelaku kriminal yang tidak kunjung ditindak, adalah list yang ngke heula lah ai sia, ada hal lain yang lebih besar dan lebih penting untuk diurusi. Seperti politik atau terorisme. 

Ditambah dengan adanya fakta dalam kurun satu tahun ini terdapat beberapa tragedi pengeboman dan ancaman terorisme, rumah ini menjadi tempat berlindung yang rapuh dan menegangkan. Razia di mana-mana, orang-orang saling mencurigai, penangkapan orang-orang asing tak berizin tinggal (bahkan yang terakhir terjadi, kawan kita yang punya paspor dan visa juga dideportasi entah karena alasan apa), hingga tingginya kriminalitas yang dilakukan peduduk lokal dan para pengungsi dari negara-negara konflik. Angka kriminalitas di Mesir tercatat Numbeo sebagai urutan ke-24 di dunia, di mana Indonesia menempati posisi ke 54 dari 110 negara yang disurvey. Untuk mengatakan negara ini benar-benar aman untuk berfoto-foto manja, sebaiknya para remaja Indonesia yang ingin belajar di Mesir harus berpikir ulang. Saya pun berpikir ulang. Rasanya ingin sekali cepat-cepat Lc dan haji agar bisa segera menghalalkan hal-hal haram tentangmu

Kriminalitas yang kerap dialami oleh mahasiswa Indonesia adalah pencurian. Pencurian lahir batin. Perlu dicatat: tubuh orang Indonesia itu kecil-kecil, dibanding orang-orang Mesir yang lengannya saja sebesar paha Mang Udin. Ukuran badan yang hemat ini membuat kita menjadi target incaran pelaku kejahatan. Pencurian barang berharga di bis, di terminal, di jalan, bahkan di dalam rumah. Pencurian di Mesir, khususnya Cairo, beraneka metode. Ada metode begal, di mana para pokemon (begitu kami menamainya) menjegal mahasiswa yang jalan malam di jalanan yang sepi. Jumlahnya bisa lebih dari tiga, dengan celurit, atau kapak, atau belati, atau samurai wa akhwatiha. Pembegalan juga pernah terjadi di dalam kendaraan umum sejenis angkot, di mana satu angkot terisi dari persekongkolan pokemon yang berpura-pura sebagai penumpang. Ketika korban sudah masuk mobil, angkot itu mengalihkan jurusan ke daerah-daerah yang sepi pemukiman, lalu aksi kejahatan pun terjadi. Tak bisa dipungkiri, kasus macam ini telah memakan korban nyawa salah satu mahasiswi Indonesia tahun lalu.

Metode berikutnya dengan mendobrak rumah yang kosong ketika ditinggal jumatan, atau setelah subuh di bulan ramadan, atau malam hari ketika para penghuni sedang lelap tidur. Para pokemon berkulit hitam lengkap dengan senjata beneran adalah pelaku utama metode ini, pada umumnya. Minggu lalu, Masisir mengalami musibah tersebut. Tak ayal, barang-barang berharga hilang sekejap, sekaligus meninggalkan jejak luka golok di kaki salah satu penghuni rumah, dan garis merah di tangan yang sempat terikat tali.

Selain pencurian lahir, ada juga pencurian batin. Tidak ada barang fisik yang hilang, tapi harga diri dipertaruhkan. Belakangan muncul nama Ammu Sekop, sebutan untuk seorang laki-laki Mesir paling mecin sedunia yang suka berdiri di tempat perempuan (khususnya mahasiswi Asia) ketika di bis. Dengan strategi murahannya, dia pura-pura terdorong, lalu tangannya bereksplorasi di bagian-bagian perempuan yang tidak layak disentuh kecuali oleh dokter dan suaminya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Harashmap International Development Research Center (IDRC): Sexual Harassment in Greater Cairo dikatakan sebanyak 95,3% koresponden perempuan di Mesir pernah mengalami berbagai macam pelecehan seksual (fisik dan atau oral), yang 14,8%-nya terjadi di dalam transportasi publik. Dalam laporan Huffington Post menunjukkan sebanyak 99,3% perempuan Mesir pernah mengalami pelecehan seksual di tempat umum. Bahkan Yayasan Thomson Reuteurs menempatkan Cairo sebagai nomor satu dalam daftar kota besar yang paling berbahaya untuk perempuan.


Hal serupa tak hanya dialami oleh perempuan, tapi juga laki-laki. Sebut saja namanya Bambang dan Bangbung, dua pria asal Bandung yang diraba-raba sesama pria di dalam microbus. Awalnya kenalan, lalu melakukan sentuhan 'perkenalan' dari otot lengan, otot dada, lalu berlabuh di bagian yang punya kain pelindung khusus. Hal itu terjadi di dalam angkutan umum. Bahkan di transportasi yang lebih privat seperti taksi pun, hal brengsek seperti itu juga terjadi. Kawan saya pernah ditanya soal keahlian berkendara mobil oleh supir taksi, lalu disuruhnya memindahkan gigi mobil. Ketika tangan kawan saya mengatur kendali, tangan si supir memegang dan merabanya dengan tatapan paling biadab sedunia.

Belum lagi dengan kisah pilu 18 mahasiswa Indonesia yang dalam satu tahun terakhir mengalami deportasi. Alasannya apa? Mari kita tanya pada rumput yang bergoyang. Ke-18 orang itu pernah mengalami dinginnya rodeo Mesir, berdesak-desakan di ruangan yang sempit, dengan makanan tidak layak, dalam kondisi yang entah bagaimana mereka bisa menunaikan kewajiban salat lima waktunya.

Pertanyaan besarnya, apakah berbagai kriminalitas tersebut, dari yang paling kecil sampai yang paling besar, pernah benar-benar ditindak pihak keamanan dengan baik? Jawabannya, tidak! Sesering apapun kedutaan kita mengirimkan nota diplomasi, sebaik apapun disimpannya rekaman Presiden Jokowi meminta Presiden Mesir untuk melindungi seluruh WNI di Mesir, keamanan dan kenyamanan bukanlah sisi mata uang yang selalu nempel dengan sisi lainnya.

 Apakah masih mau ke negeri ini setelah tahu kondisi sehari-harinya seperti demikian?


2. Paper Work

Dalam pikiranmu, mendapatkan selembar surat berstempel terlihat sebagai sesuatu sederhana. Untuk keperluan dokumen dasar tentang hidupmu barangkali hanya butuh datang ke satu kantor, menyampaikan maksud, lalu dokumen pun langsung diprint dan dicap. Ba da bing ba da boom, tapi tidak demikian dengan hidupmu di Mesir. Mengurus administrasi apapun di Mesir adalah sesuatu yang super duper harus sabar. Jika di  Indonesia harus sabar menunggu KTP Elektronik yang tak kunjung jadi karena Papa Setnov, maka di Mesir tak hanya urusan KTP yang harus disabari, tapi semua hal. Sebagai warga asing, yang pasti dialami adalah pengurusan visa/ijin tinggal. Ngurus visa di Mesir adalah proses yang paling enggak bisa enggak untuk tidak berkata kasar. Saya mengalami antri di Kantor Imigrasi (Jawazat) dari sejak subuh sampai dzuhur, itupun penuh dengan drama ribut dulu dengan orang Rusia yang badannya tinggi-tinggi, rebutan antrian sesama orang Indonesia yang dari subuh nahan lapar, dan nahan kesel ngeliat pegawainya yang leha-leha sambil minum teh, sandwich, atau ngegosip dulu sesama rekan kerja. 

Untunglah sekarang ada Tim Visa Kolektif (Viktif) yang kerjanya berbuah Vakta, tak perlu ngantri panjang dan lama, meskipun dalam jangka beberapa minggu, paspor kita tertahan dan harus degdegan khawatir ada polisi nakal yang menciduq mahasiswa-mahasiswa tak berdosa.

Selain visa, yang pasti dialami adalah proses administrasi di kampus. Bismillah Masya Allah, Al-Azhar ini memang super sekali dalam hal mengajarkan kesabaran. Untuk bayar SPP tahunan saja butuh waktu berhari-hari. Bahkan loket pembayaran (Khazinah) yang tulisannya "Buka Sabtu-Kamis, 08.00 - 12.30", bukanya hanya hari Sabtu-Selasa, itupun hanya jam 09.00 - 10.30. Ingin berkata kasar!!!! Kasar! Kasar!

Jarang sekali urusan administrasi di kampus berjalan cepat dan lancar. Bayar Rusum (SPP), buat Tashdiq (Surat Keterangan Kuliah), buat Kasyf Darajat (Transkip Nilai), buat Kerneh (Kartu Mahasiswa), ngurus Syahadah (penerbitan Ijazah dan segala legalisasinya), adalah beberapa hal yang pasti dialami oleh semua mahasiswa. Apakah hal itu hanya terjadi di kampus? Tidak! Di semua lembaga! Contohnya di Kementerian Kebudayaan, ketika kita mengurus penyewaan gedung pertunjukan untuk acara mahasiswa Indonesia, misalnya, prosesnya sangatlah lambat. Itupun sudah dengan intrik pemulus sana sini, tetep lama. Saking lamanya, kamu bisa menggunakan waktu penantian itu untuk baca Alquran dulu sekali tamatan, kursus melukis kutek dulu, teleponan sama calon pacar sampai jadi mantan, nulis disertasi dulu, bahkan saya aja ngajuin berkas visa dari minggu lalu, dari sejak istrinya Kamal sedang hamil sampai sekarang sudah lahiran masih belum selesai juga.

Kecuali kamu kuliahnya di kampus yang mahalan, mungkin bisa lebih cepet.


3. Kualitas Pendidikan

Jika anda mengatakan bahwa Al-Azhar adalah salah satu kampus studi Islam tertua di dunia, maka Anda benar dan tepat sekali. Tapi jika anda mengatakan bahwa Al-Azhar adalah kampus terbaik di dunia, maka anda harus berpikir ulang dengan mengkaji sebanyak mungkin referensi. Disklaimer! Pahami bagian ini dengan baik! Saya santri Azhar, tidak mungkin punya niat untuk menjelek-jelekkan Azhar.

Merujuk ke Times Higher Education yang merilis The World University Rangking, di kategori Arab World saja Al-Azhar tidak masuk 28 besar. Kecuali jika tujuan studi kamu bukan Azhar, maka beberapa kampus Mesir masih masuk deretan terbaik, di antaranya Suez Canal University (Rank 11), The American University in Cairo (Rank 13), disusul Sohag University, Alexandria University, dan Cairo University di ururan 15, 16, dan 18.

Dalam versi QS University Rangking 2017, Al-Azhar berada di urutan Ke-50, sebagai kampus terbaik di Timur Tengah. Posisi ini pasang surut dalam tiga tahun terakhir, dari posisi ke-35, 37, lalu 50. Menduduki rangking 801-1000 di urutan dunia, yang faktanya UGM Jogja saja ada di posisi 401-410. Penilaian tersebut merupakan akumulasi dari beberapa faktor, seperti jumlah mahasiswa, jumlah tenaga pengajar, fasilitas kampus, kondusivitas proses belajar, akses perpustakaan, jurnal akademik, penelitian, pengabdian masyarakat, unit kegiatan mahasiswa, prospek lulusan di lapangan kerja dan masyarakat, serta faktor lainnya yang tak bisa dipisahkan dari eksistensi sebuah kampus zaman now.

Dalam lensa yang lebih dekat, untuk urusan kelas saja, kampus Azhar kekurangan lahan. Kita rasakan sendiri betapa penuh sesaknya satu ruangan kelas yang tidak seimbang dengan jumlah mahasiswanya. Dengan beberapa kipas angin, rasa-rasanya tidak cukup menjadi solusi ketika kulian di musim panas. Atau tidak adanya pengeras suara untuk ukuran kelas yang besar, membuat suara sang dosen terdengar tidak terdengar jernih. Apalagi jika materi disampaikan dengan bahasa Amiyah, semakin sulitlah kita mencerna bahasa yang kadang terdengar seperti orang kumur-kumur. Presentasi pake proyektor? Ah.... pertanyaan yang bagus, Bung! Proyektor hanya ada di ruang sidang. Dipake hanya ketika ada seminar aja.

Saya kira, peniliaian-penilaian di atas tidak turut menyantumkan materi yang diajarkan dan kajian-kajian lain yang terjadi di luar kampus. Misalnya, bahwa buku diktat (muqorror) yang diajarkan di fakultas keagamaan di Al-Azhar punya bobot yang sangat baik, dalam hal ini, dibanding diktat yang pernah saya temui di UIN Indonesia.  Dengan kombinasi studi klasik (turats) dan modern yang komparatif, muatan ajar Al-Azhar membuat saya jatuh cinta tiada duanya. Begitupun dengan kegiatan mahasiswa di luar jam kuliah yang ikut  talaqqi atau kajian bersama para masyaikh, yang banyak mengkaji keilmuan Islam sampai dalam dan detail. Jika yang dituju adalah bagian ini, maka Al-Azhar punya reputasi yang baik soal ini. Tapi jika yang dituju adalah akademik kampusnya, maka sebaiknya anda berpikir ulang. Apalagi jika ada niatan untuk lanjut S2 di Azhar, perlu dicatat dengan baik bahwa mahasiswa Azhar hanya punya tugas buat makalah sekali dalam setahun, itupun tidak semua jurusan begitu. Jadi pada umumnya, jangan heran jika mahasiswa Azhar tidak punya keahlian bikin makalah dalam satu malam.


4. Kedisiplinan

Sebebas-bebasnya kuliah di Indonesia, mahasiswa tetap punya kewajiban kuliah. Sementara di Azhar, tidak ada kewajiban presensi kuliah. Sisi baiknya adalah, kita dituntut untuk punya kesadaran sendiri untuk hadir perkuliahan setiap harinya, dan punya waktu yang bisa dialokasikan untuk kegiatan lain.  Sisi buruknya, manajemen waktu menjadi sesuatu yang harus dipelajari oleh semua mahasiswa, karena tak sedikit di antara kita yang terlena, terlalu sibuk dengan aktivitas lain, seperti organisasi, jalan-jalan, atau bisnis. Ketidakwajiban presensi kuliah berakibat pada buruknya sistem penilaian. Proses pembelajaran di kelas yang berlangsung sekian lama, hanya ditentukan oleh satu ujian akhir. Sehingga tidak ada penilaian proses pembelajaran, atau penilaian berbasis student centered system.  Kemungkinan hambatan jika hanya bergantung pada hasil ujian akan selalu ada. Misalnya, mahasiswa jatuh sakit ketika ujian, kena musibah pas pelaksanaan ujian, atau ketidakmampuan mahasiswa kita yang harus mengejar tuntutan orang-orang Arab dalam membuat soal ujian: semua materi ujian berupa hafalan. Semuanya serba harus dihafal, apalagi bagi mereka yang terkendala dalam penguasaan bahasa Arab, menghafal buku adalah satu-satunya cara supaya bisa lulus ujian.

Kehidupan mahasiswa yang terlalu bebas tidak menimbulkan dampak yang begitu baik, saya kira. Meskipun saya juga bukan bagian dari mahasiswa yang disiplin dan rajin kuliah, tapi suara terdalam dalam diri saya ingin sekali menyuarakan itu. Bahwa waktu yang digunakan bukan untuk ikut perkuliahan, tidak selalu digunakan untuk produktivitas yang punya manfaat, baik bagi agama maupun negara.

Sewaktu masih di Pesantren, guru saya yang S2 dan S3-nya di Mesir selalu menceritakan Mesir bukan tentang keindahan dan kenikmatannya, tapi keburukannya. Setiap hari, saya sangat tertarik untuk bertemu beliau dan ngobrolin Mesir, meskipun yang saya dapatkan hanyalah kisah-kisah buruknya. Alasan beliau cukup masuk akal, bahwa yang indah-indah akan dialami dengan sendirinya, dan disyukuri dengan mudahnya. Tapi tantangan dan rintangannya, belum tentu kita siap.

Bagaimanapun, niat adalah kunci utama dalam mengejar keinginanmu untuk belajar di Mesir. Jika tidak niat ke Mesir, sebaiknya jangan ke Mesir. Tak sedikit mahasiswa yang ke Mesir karena atas keinginan orang tua, atau karena gengsi teman-temannya ke Mesir, atau karena alasan paling lutju: karena ingin naik pesawat.

Terakhir, saya tidak mempermasalahkan mahasiswa baru yang dikirim ke Mesir jumlahnya banyak atau tidak. Kalau sedikit, ya mungkin akan seperti prinsipnya Anies Baswedan ketika jadi Rektor di Paramadina, small powerful than large but unmanaged. Tapi kalau banyak juga gak jadi masalah, karena gak bisa dipungkiri kuliah di Indonesia sangatlah mahal dan tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan itu. Terserah sih, gimana pemerintah aja maunya gimana. Aku mah apa atuh, beasiswa Aher yang katanya sepuluh juta aja, kebutuhan plus hutang aku aja udah dua belas juta. Ah suram.

16 Desember 2017.


Komentar

Posting Komentar