Menelusuri Perjalanan Psikologis Seorang "Pria yang Mencuci Piring"

Apa jadinya ketika seorang psikiater, yang notabene tukang ngobatin orang-orang sedih dan kehilangan, malah mengalami kesedihan dan kehilangan? Buku ini menawarkan perspektif menarik tentang proses berduka melalui pengalaman pribadi seorang psikiater, dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ., yang menghadapi kehilangan anaknya. Dengan gaya penulisan yang sederhana dan penuh makna, buku ini mengajak pembaca untuk menyelami dunia psikis seseorang yang berjuang untuk mengatasi kesedihan dan menemukan kembali kekuatan untuk melanjutkan hidup. Buku ini disusun dengan gaya yang mudah dipahami, menggunakan diksi sederhana yang cocok untuk kalangan luas. Meskipun penulis adalah seorang profesional medis yang akrab dengan istilah psikologi dan kedokteran, ia berhasil mengemas konsep-konsep tersebut dalam bahasa yang sangat mudah dipahami, sehingga pembaca dari berbagai latar belakang dapat menikmati dan mengambil manfaat dari pembacaannya. Secara struktur, buku ini terdiri dari 16 judul, yang secara berur...

Malam Ketiga Tanpa Sayyid


Ada dua jerawat yang tumbuh di jidat sejak kepulangannya Bang Sayyid. Jerawat ini merupakan hiburan dari Tuhan bahwa diam-diam akan ada yang datang dan menggantikan posisinya. Tapi sejujurnya, saya belum bisa move on atas kepulangan Sayyid, dan belum benar-benar siap untuk memulai hubungan yang baru. *apasih

Bang Sayyid adalah teman serumah sejak satu tahun lalu, dan sekamar sejak beberapa bulan lalu. Ia seorang mufti jebolan Darul Ifta Mesir yang fatwa-fatwanya bisa saya tawar-able. Saya pernah minta fatwa untuk mengharamkan 'dia' dengan yang lain dan halalkan 'dia' hanya untukku. Tapi sampai sekarang belum ada konfirmasi. Katanya maharnya kurang. 

Satu tahun bareng Bang Sayyid sedikit banyak membuat saya terbuka akan banyak hal. Banyak hal baru yang baru saya tahu tentang dunia ini sejak kenal Sayyid. Salah satunya adalah saran menarik bahwa jangan cari pasangan hidup lulusan Mantingan karena belum tentu bisa masak. Sebagai makhluk akademis, saya gak percaya mitos itu, dan mungkin proyek saya saat ini adalah mengumpulkan bukti-bukti yang menguatkan atau justru melemahkan mitos tersebut.

Semua orang sayang Sayyid. Jika tak percaya, tanya saja semua anak Sandwich lintas generasi. Sejak program Sandwich tahun 2011 sampai 2016, nampaknya semua kenal Sayyid dan menyayanginya. Sudah tak terhitung berapa banyak bingkisan yang ia terima dari orang-orang yang menyayanginya. Jam tangan mahalnya aja nyampe tiga. Batiknya banyak, kemeja juga. Bahkan Pak Atdik aja segala bikin acara dinner spesial untuk wadaannya Sayyid. Sementara saya hanya jadi asbak tempat dimintai saran hadiah apa yang cocok buat Sayyid. Apalah aku ini, Tuhan, terlahir sebagai asbak dalam banyak hal. Tapi itulah akibatnya jika terlalu banyak disayangi orang, Sayyid terlalu baik kepada semua orang sehingga sampai sekarang belum juga punya istri. Cewek kan gitu, gak suka sama cowok yang terlalu baik kaya Bang Sayyid.

Padahal jika saya adalah Sayyid, saya akan menikah sejak beberapa tahun lalu, dan mungkin tahun ini saya sudah memproduksi anak yang kedua sebagaimana teman-temannya. Sayyid itu pintar, cerdas, mufti, hafal juz amma, kurang apa lagi untuk jadi seorang suami? Bahkan skor tes TOAFL (Bahasa Arab)-nya saja mencapai 696/700. Amazon. Mungkin aslinya memang 700, tapi penguji melihat Sayyid sebagai seorang cowok, karena cowok gak mungkin selalu benar. 

Sejak kepulangannya lah, saya jadi penguasa kamar. Saya jadi ngerasa bebas mindahin ini itu, buang ini itu, geser ini itu, dan sebagainya. Sebagaimana rencana jauh-jauh hari, saya sudah membuat banyak alasan atas beberapa barang-barang Sayyid supaya bisa 'diwariskan'. Lumayan kan bisa dapet speaker bass gratisan, kamera digital yang tombolnya macet, kaca mata hitam yang kekecilan, selimut, pendingin laptop, lampu belajar, juicer, rak buku, kitab yang nyempitin bagasi, dan beberapa receh uang pound yang lumayan buat ongkos naik bis. Mumpung bisa, kapan lagi kan bisa ngakal-ngakalin mufti Darul Ifta?

Tapi sejak kepulangannya itulah, berbagai macam bisikan mulai berdatangan dari berbagai sisi. "Di Atdik berarti ada lowongan nih?" Lalu bagaimana cara saya menjawab pertanyaan ini? Ada dan tidak adanya masih menjadi misteri. Pasalnya, saya juga gak tahu apakah kepulangan Sayyid ini murni karena mau sidang tesis di Unpad, atau ada hal lain yang disembunyikan semacam imbas dari pemotongan anggaran yang banyak dilakukan oleh Kang Jokowi terhadap banyak lembaga pemerintahan semacam KBRI. Kalaupun ada lowongan, pasti saya ambil duluan. Minimal ekspektasinya bisa kaya pak Doddy gitu, mau ngapa-ngapain aja kayaknya ganteng terus. Nah, target saya di Atdik ini kayak gitu, harus sampai pada posisi ngapa-ngapain aja tetep ganteng. Ganteng-ganteng diplomat tea. wakakak 

Ada prinsip menarik yang bisa bahkan perlu dipegang tatkala kita membutuhkan kerjaan.

Contoh sederhana, salah satu kerjaan Sayyid adalah menerjemahkan berita-berita berbahasa Arab dari koran Mesir ke dalam bahasa Indonesia. Wajib tiap hari dan dilaporkan seminggu sekali. Nah, yang tadi 'minta kerjaan' ke saya itu, siapkah dengan kerjaan ini? Jangankan nerjemah koran Arab tiap hari, nerjemahin Al-Maidah:51 aja masih buka Alquran terjemahan. Bahkan buku muqorror santapan tahunan aja belum tentu kita terjemahin semuanya. Pahit-pahitnya, kalau gagal paham ya hafalin aja muqorrornya kalimat per kalimat, lalu tulis ulang ketika ujian. 

Siapapun pengganti Sayyid, saya manut sama keputusan Pak Atdik. Malah denger-denger, penggantinya ini adalah akhwat. Wah,,, jadi semangat nih. Kira-kira bakal tinggal serumah gak? 

Hal lain yang membuat saya merasa kehilangan adalah tidak ada lagi rekan sepenanggungan yang bisa diajak ngeghibahin atasan. Apalagi di saat-saat waktunya gajian tapi belum gajian, rasanya topik ghibah itu ada aja dan selalu datang tanpa perlu diundang. Padahal mah kalau dipikir-pikir, inti ghibahnya itu-itu aja. Momennya berbeda-beda, tapi ghibahnya dimuroja'ah sampai hafal di luar kepala. Masha Allah...

Inilah resiko jika saya lebih suka sama yang lebih tua. Maksudnya dewasa. Maksudnya ngobrol dan nongkrong sama yang senior-senior. Dari awal datang ke Mesir, temen main saya adalah Mang Iwan, Mang Hilmy, Mang Iqsas, Mang Husen, Mang Rizal. Udah sepuh semua, bahkan udah Lc. semua. Tiap ngumpul, obrolannya pasti muter-muter soal nikah nikah dan nikah. Namanya juga senior, satu per satu mereka pulang, pergi, lalu hilang. Setelah mereka pulang, temen mainnya sama Sayyid. Sama juga, tiap ketemu ngobrolnya muter-muter soal nikah nikah dan nikah. Lalu dia pulang, pergi, dan hilang. Lain cerita (mungkin) jika temen main saya orang-orang seumuran atau adik tingkat. Tapi ya gitu tea temen seumuran teh, lihat weh si Emil kumaha. Tiap ketemu bukannya ngebahas masa depan bangsa, malah curhat gagal pedekate sama orang Garut. Sekalinya ditengok ke Pasangrahan, lagi anteng nonton One Piece atau Sailor Moon. Ada lagi Ocad, yang hidupnya sibuk maen Get Rich. Sekalinya ketemu antara saya, Emil dan Ocad, kumpulan kita gak ada barokah-barokahnya. Mereka berdua hanya berebut jabatan mengejar posisi Bupati BBOKARD lalu sombong-sombongan soal jasa. Padahal jasa Ocad hanya

Kembali ke kepergian Sayyid, bagi saya pribadi kepergian ini merupakan jeda sebelum memulai paragraf yang baru. Sebelum-sebelumnya, saya sering kali lari dari tanggung jawab soal banyak hal-hal kecil atau bahkan besar. Gas bermasalah, tanya Sayyid aja. Bayar air, Sayyid aja. Telepon dan internet bermasalah, Sayyid lebih tahu. Tuan rumah curhat, Sayyid lebih bisa ngertiin si Baba. Dan sebagainya. Sekarang setelah ia pulang, saya gak bisa lagi menemukan sandaran.... Ada saat di mana kita memang butuh sandaran, ada pula saat di mana kita yang akan menjadi sandaran. Maka dengan kepergian Sayyid ini, saya mulai 'menyiapkan' pundak yang lama 'tak disandari' ini supaya siap menerima berbagai hal yang aka dihadapi di depan. Dan besok adalah jadwalnya ke kantor pos untuk bayar sewa rumah tapi tetangga kamar sebelah belum bayar. Semoga Tuhan mengilhami saya bagaimana cara menagih uang kepada tetangga kamar sebelah. Amin.

****** 
Malam ini saya ngobrol berdua dengan Mas Fawaid di pojokan ruang tamu. Kita sepakat bahwa semua masalah bisa hilang dengan secangkir kopi, kecuali kenangan. Mengenang kenangan, saya jadi inget Sayyid...... juga mantan yang suratnya tak sengaja terbaca. Masih terlaminating.

06 Desember 2016.

Komentar

Posting Komentar