|
Image taken from here |
Waktu di Bandung, saya punya teman yang jarang mandi. Sebut saja namanya Bangkai. Mungkin dia mandi, tapi tidak setiap hari. Kesalahan fatalnya adalah, dia tidak suka pakai parfum, atau deodoran, dan dia suka sok akrab dengan kita
sebagai yang terpaksa jadi teman-temannya dengan cara nempel-nempel badan dan menempelkan ketiaknya di pundak kita. Karena hal itulah, teman-teman saya memanggil dia Tumila.
Itulah untuk pertama kalinya saya mendengar istilah tumila/bangsat/kepinding. Sejak lahir sampai tinggal di Bandung, saya benar-benar gak tau tumila itu apa dan bagaimana. Waktu itu saya nanya ke teman soal tumila. Jawabnya, "itu loh kutu kasur," katanya. Jawabannya berhenti sampai di situ, dan kesimpulan saya mengambang pada logika bahwa tumila adalah hewan kasur yang bau dan antiair.
Barulah setelah saya tinggal di Kairo, tepatnya di Pasangrahan Jawa Barat, saya paham tumila itu apa dan bagaimana. Ukurannya, aromanya, sampai pada titik di mana saya paham mengapa dulu eksistensi hewan ini dinisbatkan kepada si Bangkai.
Bagi sebagian orang, tumila adalah hewan kasat mata. Kehadirannya bahkan dianggap sebagai makhluk astral. Tidak semua orang dianugerahi kepekaan yang tinggi terhadap kehadiran tumila. Ada yang tidurnya nyenyak, ada yang merasakan gatal setelah berbaring beberapa menit, bahkan ada yang baru lihat saja, dia langsung gatal. Malah kata Mang Ijal, ada juga yang menikmati kehadiran tumila. Alasannya antara dua hal: sedang terapi akupuntur atau sedang bersetubuh dengan tumila. (Ini serius! Saya diajarin kaya gini sama mahasiswa S2!).
Saya adalah golongan orang yang baru duduk beberapa menit langsung gatal. Berbekal dua tahun pengalaman yang cukup dalam dunia pertumilaan, insting saya akan hadirnya tumila di suatu kasur sudah cukup tinggi mendekati makrifat dibanding beberapa teman saya. Makanya tak heran, ketika suatu malam saya nginep di Rumah Barokah Uwa Haji, baru masuk kamar tidurnya saja, saya sudah bisa mencium aura yang tidak menyenangkan.
Menurut Wikipedia, tumila punya nama latin Cimex lectularius. Termasuk salah satu hewan penghisap darah, yang kata On The Spot mah bisa bertelur sebanyak 200 butir dalam sehari. Bisa dibayangkan, jika 200 telur itu menetas sempurna setiap hari dalam waktu satu minggu saja, maka tumila tidak butuh waktu lama untuk melakukan invasi ke setiap pelosok Nasr City. Jika hal ini terjadi, umat kita akan banyak kekurangan darah sementara di Mesir tidak ada pasokan daun singkong dan daun gedang yang cukup untuk penambah darah. Karenanya, inisiatif untuk membasmi tumila merupakan suatu keharusan demi kemaslahatan bersama.
Tumila bekerja tidak mengenal waktu. Bisa siang, bisa malam. Tidak pula mengenal tempat. Bisa di kasur, di sofa, bahkan sekali waktu saya temukan di kerah kemeja ketika muhadloroh perkuliahan, dan sekali di sleting tas ketika berkendara bis 80/. Pergerakannya terkadang tidak bisa terprediksi. Dia punya kekuatan "sedot sekarang, sakitnya belakangan." Ketika kamu merasa ada yang menggigit di kaki/tangan, saya yakin di tempat gigitan itu tidak ada tumilanya. Dia sudah kabur sejak kamu belum sadar akan kehadirannya. Cepatnya pelarian yang ia lakukan membuat kita harus berpikir langkah-langkah strategis supaya bisa melakukan tangkap tangan dan eksekusi di tempat kejadian perkara. Dalam percobaan yang saya lakukan, tumila mampu berlari dalam jarak 15 cm hanya dalam waktu 27,4 detik. Rata-rata jarak tempuhnya 0,55 s/cm, atau setara 55,6 s/menit. Artinya ia butuh waktu 55.555,65 detik atau setara 925,9 menit atau setara 15,43 jam untuk menempuh jarak 1 km. Berarti, tumila yang akan melakukan hijrah invasi dari Hay Asyir ke Darassah yang berjarak 18 km membutuhkan waktu 277,7 jam atau setara 11 hari 13 jam perjalanan. Tapi perjalanan yang memakan waktu itu bisa diringkas jadi satu jam saja berkat bantuannya Robby Abdul Ghofur (bukan nama sebenarnya). Dia tinggal di Pasangrahan, lalu pindah ke Darosah. Sebelum pindah, tumila sepertinya sudah tahu akan rencana ini, sehingga mereka bermusyawarah dan mengirim beberapa utusan untuk naik ke kopernya Robby. Di kopernya, mereka berkembang biak, bertelur, beranak, dan dibina oleh mentor-mentornya dengan risalah menyedot darah. Lalu koper itu dibawa ke Darosah. Barangkali, inilah salah satu sejarah yang tercatat dalam buku "Khuthuwaat wa Maroohil Dukhulul Tumila ila Darrosah 'inda al-'ashr al'haadhir." Tak sampai di situ. Rupanya Yuda Juliana (bukan nama sebenarnya juga) ingin pindah dari Pasangrahan ke Wisma Nusantara, dan meminjam kopernya Robby yang ada di Darrosah. Maka tumila lagi-lagi tahu rencana ini, dan melakukan rencana seperti sebelumnya. Akhirnya jarak Darrosah- Rabea yang seharunya butuh waktu 8 hari tempuh, berkat bantuan Yuda diringkas menjadi 45 menit saja. Inilah jawaban bagi pertanyaan Mang Badar dan Mang Sigit soal mengapa di Wisma jadi ada tumila.
Penelitian di atas dilakukan pada tumila remaja dalam keadaan lapar. Beberapa syarat dan ketentuan mungkin berlaku dan hasilnya akan berbeda jika tumila sudah dewasa, atau masih anak-anak, dalam keadaan lapar, biasa saja, atau kenyang.
Persoalan tumila ini merupakan persoalan yang cukup krusial. Pasalnya, ia lebih banyak mengganggunya dari pada manfaatnya, sejauh ini. Usul saya, tumila boleh menggigit tapi di sepertiga malam terakhir saja. Karena hal ini akan sangat membantu bagi para penuntut ilmu untuk bangun malam, ambil wudhu, salat sunnah, salat isya bagi yang belum, dan berdoa.Tapi usulan saya ini sepertinya ditolak. Maka tak heran, penolakan ini menuai aksi keras dari sejumlah orang untuk membasminya. Beberapa cara akhirnya terpaksa dilakukan antara lain, (1) Pakai Lakban. Beli lakban berukuran besar, buka lakban, dan tempelkan di sepanjang tempat-tempat yang ada tumilanya. Insya Allah eta tumila bakal narempel. Metode tempel mepet ini juga bisa dilakukan untuk menangkap laleur atau rametuk atau lalat, tapi pakai lidi. Ambil lidi, ujungnya kasih lem aibon. Tunggu laleur hinggap, dan selamat berbahagia. (2) Ambil kepala sukunya, lalu tenggelamkan. Kepala suku tumila biasanya yang ukurannya paling jumbo. Ambil, lalu simpan di tutup botol. Tuangkan kayu putih ke dalamnya sampai batas garis tutup botol. Biasanya tumila suka renang gaya kupu-kupu. (3) Bisa juga disemprot pake Pril yang buat nyuci piring. Tapi saya belum merasakan efektivitasnya secara total. Terkadang Pril ini haya bersifat mengusir sementara. (4) Ada yang cukup efektif lagi adalah dengan cara membakarnya. Gak usah bakar kamarnya, tapi pojok-pojok tembok tempat tumila bersarang. Bakar saja biar ramai pake bensol pemantik kompor atau korek api yang biasa dipake di dapur. (5) Setelah semua metode itu dilakukan, cuci seprai sampai bersih, jangan lupa berdoa dulu. Jemur kasurnya, bantalnya, selimutnya, dan semua aspek yang memungkinkan adanya tumila di kamar itu.
Tidak ada jaminan bahwa tumila akan benar-benar hilang dari rumah anda. Keureut ceuli ucing kalau tidak percaya mah. Kenapa bisa? karena ternyata, tumila ini sudah menjadi watak dan penyakit dalam hati manusia. Ini yang lebih berbahaya. Di antara penyakit hati kita itu ada syirik, takabur, hasad, su'udzon, dan tumila. Sifat tumila ini di antaranya suka mengganggu bahkan merusak hubungan orang lain. Hal ini nampak ketika ada suami istri lagi tidur nyenyak di kasurnya, tiba-tiba ada tumila mengganggu keharmonisan itu. Tumila juga mencuri yang bukan haknya. Darah kita ini 2,5% nya bisa kita donorkan untuk yang lebih berhak. Kalau yang 2,5% ini disedot tumila, berarti dia telah mencuri hak orang-orang sakit yang butuh donor. Tumila juga mengganggu seseorag yang sedang belajar, dan kalian tahu sendiri kan siapa yang biasanya suka ganggu waktu belajar? Senior dan anak Daurah Lughoh! Mereka itu harus diinsafkan! Di saat kita mati-matian nerjemahin muqorror, ngafalin materi ujian, eh ada oknum-oknum senior yang sudah S2, atau sudah Lc., atau anak tashfiyah yang suka mengganggu dengan PES, nyetir truk, atau ngomongin cewe dan ngomongin kawin di depan kita yang lagi belajar. Ya jelaslah kita tergoda. Atau anak DL yang kudu ditekean. Tanpa mikir-mikir, mereka jalan-jalan seenaknya, upload-upload foto hang out, atau kerja sama sama senior untuk mengganggu kita degan ngajak-ngajak bikin VLOG. Itulah sifat tumila yang harus diistigfari agar tidak mewabah.
Seperti biasanya, blog ini isinya sampah yang baunya tidak disukai beberapa orang. Entah sejak kapan, kehadiran saya di beberapa tempat dianggap sebagai ancaman sampai mereka memasang jarak aman dengan saya. Bahkan Emil saja setiap melihat saya seolah-olah sedang menatap tumila yang baru saja menyedot darahnya. Saya jadi bertadabur, segeuleuh itukan kehidupan saya ini? Sebab itulah, sekarang saya jadi sering pake peci songkok. Alasannya selain untuk meningkatkan ketampanan, juga untuk mengingatkan hati supaya banyak-banyak beristigfar biar tumila jauh-jauh pergi dari lahir dan batin.
Sayangi diri anda, jauhi tumila!
Komentar
Posting Komentar