erempuan sebagai objek dipandang banyak otak lelaki sebagai sesuatu yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Katanya ada alasan artistik mengapa rupa perempuan menjadi begitu berasalan untuk diunggah di sosial media, lalu dijadikan konsumsi nalar dengan segala filsafatnya. Tapi bagaimana jika yang menjadi objek itu adalah laki-laki? Nyatanya tak juga jadi masalah jika melihat atensi publik mengenai ketertarikan mereka pada akun-akun jenis ini. Misalnya akun-akun Indonesia Pageants yang banyak tersebar di berbagai wilayah, nyatanya masih tetap eksis dengan banyak pengikut. Maka sebagai premis pertama, mungkin itulah alasan yang melatarbelakangi mengapa akun @Pria_Tampan_Masisir dibuat.
Sebagian Masisir aktivis instagram kiranya pasti tahu dengan akun yang sedang kita ghibahkan ini. Meskipun tidak semua yang mengikutinya karena merasa jijik, tapi setidaknya pengetahuan mereka soal ini cukup menjadi poin bahwa akun ini hadir di tengah kehidupan Masisir. Bersyukurlah akun ini hanya memiliki 295 pengikut yang mayoritas cowok semua, dan 685 diikuti. Suatu perbandingan yang perlu disyukuri, karena jika pengikutnya lebih banyak bahkan jauh lebih banyak dari akun-akun penjual obat peninggi badan dan pembesar payudara, akun ini akan meresahkan Masisir. Bayangkan, apa pentingnya melihat koleksi foto-foto ikhwan Masisir yang di repost? Adakah ibrah yang bisa diambil dari stalkingin foto-foto di akun ini? Dikhawatirkan, hal-hal semacam inilah yang akan menggeser isu-isu krusial seperti solidaritas bermazhab atau urgensi dakwah wasathiyah. Topik-topik keilmuan seperti itu nyatanya tidak begitu diantusiasi warga instagram, selain unggah foto syeikh dengan kutipan hikmahnya, atau foto candid yang diberi caption sok bijak. Apa korelasi antara QOTD dengan foto kamu? Tidak semua orang berpikir secara konsepsial.
Masih ingat berita dan meme-meme soal polisi ganteng, teroris gagah, dan bule ganteng penjual burger? Melihat tingginya minat kita terhadap berita-berita seperti itu menyeret kita pada persepsi untuk menilai orang karena fisiknya. Hal ini menunjukkan bahwa maskulinitas telah masuk pada ranah-ranah kehidupan kita bukan lagi fokus pada apa yang laki-laki kerjakan tetapi tubuhnya. Laki-laki dihargai bukan karena produktivitasnya, tapi karena wajahnya.
Akun @Pria_Tampan_Masisir adalah contoh lain dalam lingkup Masisir bagaimana kita masih menggunakan kegantengan untuk mengobjektifasi laki-laki. Akun ini hanya mengunggah ulang foto siapapun yang menurut adminnya tampan, lalu sesekali diberi caption yang bijak seolah-olah ada pelajaran eksplisit dari wajah seorang pria yang perlahan dijadikan konsumsi publik. Di sini masalah mulai kelihatan tentang siapa saja pria yang fotonya diunggah. Mulai dari adminnya sendiri, teman serumah admin, teman sealmamater, teman sekekeluargaan, sampai tokoh Masisir seperti Imam Mujahid. Beberapa dari mereka ada yang tidak keberatan fotonya diunggah, dan tidak merasa terganggu dengan itu. Tapi beberapa lainnya mungkin ada yang tidak nyaman dan merasa ruang privasinya sedikit diusik.
Jika kita melek dengan persoalan feminisme atau maskulinisme, maka kita akan tahu bagaimana respon para aktivis dan teori-teorinya mengenai media-media publik yang menyoroti seseorang karena fisiknya. Alasan mengapa banyak kelompok-kelompok masyarakat menolak perhelatan Miss World, Miss Universe, dan sekarang mulai muncul Mister World, tiada lain karena manusia tidak selayaknya diunggulkan hanya karena perbedaan fisik semata. Allah ciptakan manusia dengan sebaik-baiknya rupa, mengapa harus ada makhlukNya yang sok-sok an membuat kategori tampan dan cantik berdasarkan paradigma sempitnya? Dalam sebuah dokumenter tentang Seks, Kecantikan, dan Feminisme, di sana digambarkan betapa relatifnya definisi cantik, begitu pula tampan, dalam dunia kita. Semua itu akan sangat bergantung pada psikologi sosial masyarakatnya, letak geografisnya, dan benteng sejarahnya. Ada yang menafsirkan cantik dengan bokong yang besar, ada juga yang mendefinisikan cantik itu berkulit mulus, lubang anting telinga yang besar, leher yang panjang, atau putih tinggi dengan rambut lurus seperti boneka barbie. Begitupun tampan, akan sangat relatif. Ada yang mendefinisikannya dengan dada bidang, perut kotak-kotak, warna kulit sawo matang, atau perut buncit, badan bulunya, dsb.
Maka untuk menepis semua teori itu, dilabeli lah kontes-kontes kecantikan itu dengan embel-embel edukatif. Seperti tagline "Cantik Berkarakter", "Beauty with the purpose", "MISS : Manner, Intellegent, Smart, Social", dan sebagainya, meskipun kita akan tetap mempertanyakan di mana letak korelasi antara intelegensi sosial dengan penilaian juri pada momen kontes bikini. Lalu apakah dengan adanya akun @Pria_Tampan_Masisir yang sejauh ini mengunggah foto-foto ikhwan (bukan akhwat) itu tetap harus dimaklumi? Mengapa tidak dibuat juga akun @MasisirCantik supaya pria-pria yang dikhianati tetap merasa punya hiburan untuk tetap percaya bahwa harapan itu tetap ada? Jangan sampai kita lupa bahwa meskipun foto cowok yang dijadikan objek media, itu akan tetap menjadi aurat di mata yang bukan haknya. Orang-orang yang fotonya direpost kan gak tau siapa saja yang melihat fotonya itu. Apakah perempuan binal, atau mungkin para homo yang butuh rangsangan. Ketika admin tidak berani mengunggah foto akhwat Masisir karena pikiran perempuan harus dijaga agar tidak jadi sumber fitnah, kenapa tidak juga berpikir bahwa laki-laki juga berpotensi untuk jadi sumber fitnah?
Mengunggah foto wajah tanpa sepengetahuan pemiliknya merupakan pelanggaran hak privasi seseorang atas kepemilikan wajah dan tubuhnya. Akun yang pada awalnya hanya untuk senang-senang, bisa jadi masalah serius hanya gara-gara mengunggah foto orang tanpa izin. Lebih jauhnya, akun ini akan dianggap sebagai akun diskriminatif, karena menerjemahkan ketampanan seorang pria dalam lingkup yang begitu sempit. Tampan yang digaungkan nyatanya akan selalu terbentur dengan selera pribadi adminnya. Karenanya, kita sebagai konsumen media sosial akan dihadapkan pada kenyataan bahwa kebenaran dan persepsi mengenai kebenaran bercampur menjadi satu. Tentu saja hal ini menjadi racun bagi intelektualitas kita secara perlahan, sehingga mengakibatkan kita mudah menilai seseorang dengan paradigma yang sempit. Standar tampan yang diterapkan bukanlah masalah sebenarnya. Yang utama adalah bagaimana jika dengan banyaknya foto pria Masisir yang diunggah, akan meningkatkan angka obsesi pria-pria Masisir untuk tampil seperti tampan yang didefinisikan si admin dibanding obsesi untuk berprestasi di kuliah baik di kampus maupun di organisasi.
Ketertarikan saya pada akun ini mengalami beberapa fase psikologis. Mulai dari tak acuh, acuh, tertarik, lalu jijik. Pertama, saya bodo amat karena memang gak menginspirasi. Jika saja dalam foto-foto itu ada ornamen-ornamen baru untuk pola cutterme, ok. Ini kan enggak. Kedua, tertarik karena jadi bahan obrolan dan guyonan orang-orang yang saya temui. Ketiga, ekspektasi tampan yang ada di pikiran saya mulai hancur semenjak akun ini mengunggah foto Yuda, Ocid, dan Subhan. Keempat, saya mulai suka was-was jika unggah foto di Instagram dan ada notif @Pria_Tampan_Masisir menyukai foto anda. Saya gak mungkin memblokir akun itu, karena di mata pedagang kaya saya, segala sesuatu itu adalah kesempatan dan punya prospek.
Membincang akun ini memang cape hate. Hal ini saya tulis bukan karena foto saya tak pernah masuk kriteria tampannya dia. Bukan! Sumpah gak minat! Hal ini saya tulis karena nyatanya ini topik yang jauh lebih punya esensi dibanding isu ditinggal nikah.
Dibanding follow akun @Pria_Tampan_Masisir, sebenarnya saya lebih tertarik untuk follow akun @Maulcantik. Meskipun nama akun ini cukup membuat reputasi kemaskulinan saya runtuh, saya akan tetap follow dia. Karena akun ini cukup menginspirasi saya untuk mengganti nama akun saya menjadi @Maulganteng.
Saya sebagai mahasiswa sadar bahwa masa depan bangsa kita ada di depan saya, kita, pemuda-pemudi Indonesia. Karenanya, tanggung jawab kita sebagai warga negara, khususnya yang tinggal di luar negeri, bukan hanya menjadi tampan saja, tapi juga bermanfaat dan berkontribusi aktif bagi agama dan negara.
Wa Allahu A'lamu bi Ash- Shawab.
16 Februari 2016
Komentar
Posting Komentar