Bulan mei adalah bulan yang menyenangkan. Diantara hal-hal yang menyenangkannya adalah, Allah pertemukan saya dengan orang-orang kepo yang bijaksana. Maksudnya, mereka mampu menyimpan kebijaksanaan dalam sikapnya ketika ingin tahu banyak hal. Berawal dengan kedatangan Pak Sangidu, nama lengkapnya Prof. Dr. Sangidu Ashofa, M,Hum. kalo gak salah, kemudian ketemu Pak Aris, lengkapnya Dr. Aris Munandar yang M. Hum juga kayanya, kemudian selang beberapa hari ada guru saya paling keren, Pak Abun alias Dr. K.H. Abun Bunyamin, M.A., dan Pak Marpu, alias H.R. Marpu Muhyidin Ilyas, M.A.
Deretan orang-orang yang saya temui itu adalah orang-orang kepo yang bijaksana, di mata saya. Kepo yang menyenangkan, dan kepo yang tidak membuat saya jengkel ketika meladeninya. Justru ngangenin. Keponya mereka berbobot, dan membuat saya tertantang untuk jadi lebih tahu lagi tentang hal-hal yang membuat mereka penasaran. Tidak semua orang kepo itu menyenangkan, karena banyak dan tidak jarang saya temui orang-orang kepo yang tidak bijak, dan menyebalkan. Barangkali mereka yang tidak bijak itu terlalu hobi menelan mentah-mentah pepatah "malu bertanya sesat di ranjang". Maksudnya, "malu bertanya sesat di jalan". Sehingga hal-hal yang semestinya bisa dicari tahu sendiri atau tidak penting untuk diketahui, malah dijadikan bahan pertanyaan. Semisal pertanyaan, "apakah firaun pernah tongoan?".
|
|
Ngomongin soal kepo, saya ingat seorang dosen Filsafat Umum di UIN Bandung. Namanya Dr. Irawan. Pak Irawan ini satu-satunya dosen di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) yang suka pake celana jeans, dengan kemeja distro yang dimasukan, lalu diikat sabuk kulit ala plaint stretchable atau sabuk kulit buatan Cibaduyut. Sepatunya selalu kets atau sepatu berbahan dasar kulit. Penampilannya membuat mahasiswa sadar bahwa seorang guru itu harus fashionable, minimal dikangenin muridnya karena penampilan yang ia kenakan. Kata beliau, kepo itu penting dan harus. Ketika nanti kita punya anak, tabiat anak itu adalah kepo dan jangan sampai kebebalan kita ketika meladeninya membuat ia berhenti bertanya. Pacu anak agar terus bertanya, dan arahkan agar keponya menjadi kepo yang bijaksana.
Serangkaian kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi di kehidupan ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan yang haus akan jawaban. Manusia sejak baru lahir pun dianjurkan untuk ditengkurapkan di atas badan ibunya, lalu biarkan ia cari sendiri di mana letak puting susu ibunya berada. Sejak saat itu manusia dilatih untuk kepo dan mencari tahu sendiri. Bukankah dengan adanya pertanyaan dan rasa ingin tahu, manusia menjadi berusaha?
Orang-orang seperti Pak Sangidu, Pak Aris, Pak Abun, dan Pak Marpu itu adalah orang-orang yang senantiasa menjaga dan merawat kekepoan mereka dengan baik sejak lama. Mereka terus menyiramnya dengan wawasan dan pengetahuan, sehingga hal-hal baru yang menghampiri logika mereka menjadi semacam pupuk intelektual yang merangsang pertumbuhan daya nalar mereka. Barangkali, profesi dan latar pendidikan, sosial, dan budaya mereka juga menjadi pengaruh terbesar mengapa mengapa menjadi orang-orang kepo yang menyenangkan.
|
Suatu malam selepas magrib, saya sempat kehilangan Pak Aris. Waktu itu Pak Aris berangkat ke mesjid untuk salat magrib, tapi tidak kunjung kembali sampai jam sembilan malam. Mungkin dia i'tikaf, pikir saya. Tapi selepas isya, mesjid pasti dikunci. Lalu kemana ia pergi? Dalam beberapa hal saya menjadi khawatir dan cemas. Pertama, kunjungannya ke Mesir kali itu adalah kunjungan pertama seumur hidupnya. Tentunya dua hari pertama di Mesir tidak akan membuatnya menjadi sangat hafal Mesir, sekalipun ia mahakepo. Kedua, Pak Aris adalah Doktor di bidang Sastra Inggris, bukan Sastra Arab. Setahu saya, beliau tidak bisa berbahasa Arab. Karenanya, saya agak ragu bagaimana jika ia harus berkomunikasi dengan pedagang buah pake bahasa Inggris.
Lalu jam sembilan lebih, ia datang. Tapi bodohnya, saya gak nanya ia dari mana aja. Tiba-tiba bilang, "Zis, minjem kunci rumah ya, saya mau keluar dulu sebentar!". Akhirnya saya kasih kunci rumah. Bodohnya, saya gak nanya mau ke mana lagi. Pak Aris pun pergi, dan kembali pukul 11 lebih. Sebentar yang menyenangkan.
Usut punya usut, nampaknya Pak Aris merasa bosan dengan aktivitas diplomatis yang ia jalani selama di Mesir. Mengunjungi universitas ini, kerja sama dengan dekan ini, makan malam dengan rektor ini, itu, ini, itu, ini, itu, dan sebagainya. Ia mungkin akan lebih bahagia ketika kunjungannya ke Mesir dihabiskan di tukang sayuran, tukang buah, nongkrong di pinggir jalan, keliling Suq Sayyarot, bahkan hampir saja ia mau masuk ke sebuah cafe di bawabah 3 tempat nongkongnya orang-orang item.
Tapi saya tak pernah membahas hilangnya Pak Aris itu di keesokan harinya.
Lalu pada suatu subuh di hari Senin yang lain, saya dan kawan-kawan menjemput keluarga kyai kami di Bandara. Ada Pak Abun, Pak Marfu, Bu Euis, Teh Ifa, dan Teh Kiki. Baru selesai cipika-cipiki, Pak Marpu langsung menunjukkan taring kekepoannya. Tanya ini, tanya itu, dan hal-hal yang tidak pernah dijelaskan oleh Tour Guide. Seperti kenapa semua bangunan berbentuk serupa dengan warna yang sama? ya bangunan-bangunan di Mesir memang seperti dadu-dadu tetris yang dijatuhkan gamer dari atas langit. Bentuknya kotak-kotak, warnanya coklat atau kuning atau krem seperti tumpukan kardus sepatu.
Sejak menemani Pak Marfu itulah saya tersadarkan satu hal bahwa orang-orang keren itu kepo. Pak Aris dan Pak Marfu di mata saya bukan orang-orang biasa. Mereka berdua punya taraf kepo yang sama, nalar kritis yang cukup matang, dan senang dengan hal-hal baru. Mereka tidak banyak berekspektasi soal tempat-tempat yang mereka kunjungi, just flow. Barangkali mereka berdua, dan orang-orang kepo lainnya yang ada di dunia ini, turut sepakat dengan ucapan Lesley Lababidi di catatan perjalanannya di Cairo The Family Guide, "leave your expectations at home". Terbuka terhadap banyak hal, dan semaksimal mungkin berusaha untuk memahami tempat yang mereka kunjungi secara komprehensif.
Barangkali, sebuah perjalanan di mata seorang Tour Guide dianggap selesai ketika sejarah atau peristiwa di suatu tempat selesai disampaikan. Tapi hal itu tidak berlaku di mata logika orang kepo yang bijaksana. Mereka cenderung mendetail, menguak hal-hal remeh, dan menyadarkan saya, bahwa sesuatu yang sehari-hari adalah biasa, menjadi hal istimewa untuk diakui dan diperhatikan.
_______________
Mei juga berjalan sebagai bulan yang menyebalkan. Diantara hal yang menyebalkan itu adalah, kampus saya menyelenggarakan ujian akhir semester di bulan itu. Kedua, ujian itu berlangsung di musim panas. Ketiga, ketika ujian lah orang-orang yang mengajak saya jalan-jalan itu datang. Keempat, seperti pada ujian-ujian yang lain, film, game, dan jalan-jalan menjadi hal yang menjadi sangat menyenangkan dan menggoda dibanding harus buka diktat dan menghafal berbagai definisi.
Sebagai epilog, saya ingin berdoa kepada Tuhan yang Maha Welas Asih agar teman-teman saya dan orang-orang yang mencintai dan dicintai saya, para mustami khutbah jumat, dan pembaca tulisan ini selalu dianugerahi kekepoan yang positif dan bijaksana. Semoga dengan keponya itulah, hidup ini akan jadi lebih nyaman, dan punya banyak perubahan berarti.
Selamat menjadi orang kepo yang bijak!
Kairo, 6/6/15
HD (y)
BalasHapuskepo bijak ah, biar ngga tersesat heheuu :D