Peranan Generasi Muda Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia
Maulana
Abdul Aziz
Email:
maulanabdulaziz@gmail.com
(Esai
ini telah memenangkan Juara 3 Putra Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2013,
Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat)
Salah satu unsur budaya sebagaimana diketahui dalam cultural
universal adalah bahasa. Bahasa tidak saja berperan sebagai alat komunikasi,
media penyampai pesan dan gagasan, tetapi juga sebagai syarat berdirinya suatu
kebudayaan. Sehingga dengan kebudayaan itulah bahasa suatu bangsa menjadi
identitas penting yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Berbicara tentang identitas bangsa, potensi pemuda bangsa menjadi
hal yang patut dimasukkan sebagai bahan perbincangan. Wacana generasi muda
sebagai ujung tombak kemajuan sebuah bangsa adalah wacana yang benar-benar perlu diperhatikan.
Dalam pepatah Arab dikatakan, Syubbanu al-yaum, rijaalu al-ghod, pemuda hari
ini, pemimpin hari esok. Jika dianalogikan, pemuda adalah batang pohon yang
masih muda. Selagi masih muda, perlu dirawat dan diperhatikan dengan baik,
karena menyimpan potensi yang sangat besar. Jika ada batang yang bengkok, maka
ia masih mudah untuk diluruskan. Kaitan pemuda dengan identitas bangsa adalah
perannya dalam upaya menjaga kiprah bahasa nasional sebagai identitas bangsa.
Terlepas dari maraknya bahasa asing yang masuk ke tatanan kehidupan muda dewasa
ini, Indonesia masih punya harapan agar bahasa Indonesia tetap digunakan oleh
generasi muda.
Maraknya penggunaan media sosial dewasa ini menjadi satu poin
penting yang memberikan dampak besar terhadap penggunaan bahasa Indonesia.
Pengguna, penikmat, dan penggiat media sosial secara umum telah didominasi
kalangan muda. Tanpa perlu survei serius pun, siapapun bisa memprediksikan
sendiri bahwa generasi muda lah yang banyak mendominasi layanan sosial maya
ini. Mengapa harus berdampak bagi bahasa Indonesia? Ada banyak indikasi dari
kehadiran media sosial. Baik dari faktor kebudayaan, teknologi informasi,
bahkan perilaku seseorang. Begitupun Bahasa Indonesia yang mengalami dampak
tersebut. Bisa positif, bisa juga negatif. Tergantung pada bagaimana pengguna
media sosial menyikapinya. Salah satu dampak media sosial bagi Bahasa Indonesia
adalah adanya unsur-unsur destruktif, terlebih dalam hal morfologi bahasa Indonesia.
Hampir dapat dipastikan bahwa masyarakat Indonesia tahu dengan
istilah ‘bahasa alay/slank’. Penulisan suatu kata dengan susunan kata yang
secara terang-terangan mendobrak kaidah kebahasaan (misal: cUmMUn9udhhh
[semangat]), kesalahpahaman penggunaan tanda baca (misal: a[k]u, padahal tanda
itu bertujuan untuk kata bermakna ganda/ambigu. Misalnya: ma[mp]u), penulisan
afiksasi yang tidak tepat (misal: di gunakan [harusnya digunakan] dan dijalan
[harusnya di jalan]), dan lain sebagainya. Hal-hal semacam ini terlihat sepela,
namun dampaknya sangat besar bagi eksistensi bahasa Indonesia. Jika saja ada
satu pemuda tidak tahu bahasa alay tersebut, kemudian karena ia melihat status
temannya di media sosial yang seperti demikian, ia akan meniru. Mungkin karena
anggapan up to date, merasa paling mengikuti zaman, dan alasan lainnya.
Jika penirunya hanya satu, mungkin bukan masalah. Tapi jika penuturnya semakin
banyak, inilah masalah serius yang dihadapi bahasa Indonesia dan generasi muda.
Maka, pantaslah generasi muda menjadi subjek peranan penting dalam hal ihwal
bahasa Indonesia. Selain karena mereka tahu betul permasalahannya, tetapi juga
karena pemuda adalah harapan paling besar dalam menentukan bahasa Indonesia di
masa depan, menentukan identitas bangsa, dan menentukan kemajuan bangsa secara
umum.
Selain media sosial, ada pula pengaruh penetrasi budaya yang masuk
ke dalam bahasa Indonesia. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi bukan
saja wacana tentang IPTEK saja, tetapi juga menjadi faktor penting bagi kehidupan
seni dan budaya. Jika saja tidak ada teknologi dari luar, orang Indonesia bisa
dipastikan tidak akan kenal dengan istilah cream bath, microphone, slide
show, on line, off line, speaker, majelis, kitab, musyawarah, dan lain
sebagainya. Artiya, akibat penetrasi budaya, terjadi banyak sekali kosa kata
asing yang masuk ke dalam ranah bahasa Indonesia. Apakah perlu dibiarkan saja
sesuai aslinya? Tentu tidak. Karena dialek orang Indonesia dan dialek penutur
asli tentu akan berbeda. Mungkin bagi kata-kata-kata serapan yang sudah ada
jauh-jauh hari, dengan mudah akan dipahami khalayak ramai. Seperti kata
‘musyawarah’ dari ‘musyawarotun’ (Bahasa Arab), dan ‘kitab’ dari ‘kitabun’
(Bahasa Arab). Tapi kalau speaker apa tetap dibaca aslinya? Tentu speaker
versi bahasa Indonesia adalah pengeras suara. Pelantang untuk microphone,
luring untuk offline, daring untuk online, langir krim untuk cream
bath, salindia untuk slide show, dan lain sebagainya. Yang menjadi
masalah adalah tidak semua pemuda, bahkan semua orang tahu apa itu langir krim,
salindia, luring, daring, dan lainnya. Bagaimana caranya? Lagi-lagi peran
generasi muda.
Salah satu upaya untuk mewujudkan generasi muda berbahasa Indonesia
yang baik adalah adanya peran duta bahasa. Program yang dilansir oleh Pusat
Bahasa ini perlu diapresiasi dengan baik. Dengan adanya Duta Bahasa, syiar
bahasa Indonesia bisa disosialisasikan tidak hanya melalui iklan atau media
internet, tetapi juga bisa dilakukan di lapangan. Duta Bahasa memiliki peran
aktif dalam memasyarakatkan (lagi) bahasa Indonesia di kalangan generasi muda
khususnya, baik dengan cara dakwah sosial media, maupun mengadakan even-even
khusus yang berkaitan dengan kebahasaan, namun dikemas dalam atmosfer yang unik
dan teen style. Nilai positif lainnya juga adanya penginformasian mengenai,
misalnya, ada kosa kata baru dalam bahasa Indonesia, kata serapan baru,
program-program pelestarian bahasa daerah, dan lain sebagainya. Secara umum,
menyelamatkan kembali bahasa Indonesia dari ancaman-ancaman kebudayaan yang ada
bukanlah tugas Duta Bahasa semata, tetapi juga generasi muda secara umum.
Karena bagaimanapun, bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang secara jelas
tercatat diakui dan dijunjung tinggi oleh pemuda-pemudi, sebagaimana tertera
dalam butir Sumpah Pemuda 1928. Bahasa adalah Jati Diri.
Ayo Lestarikan!
Komentar
Posting Komentar