Psikologi berasal dari bahasa Yunani, psychology, psyche artinya jiwa dan logos bermakna ilmu engetahuan (Muhibbin Syah, 2001: 7). Jadi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenal macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Sedangkan menurut Tatang Syarifudin dan Nur’aini (2006; 1-2), psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah ruh atau sukma dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Karena itu, jiwa atau psikis dapat dikatakan inti pengendali kehidupan manusia yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri.
Berbicara tentang jiwa terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang keberadaanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar. Sedangakan jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak,yang menjadi penggerak dan pengatur bagi seluruh perbuatan-perbuatan pribadi dari hewan tingkat tinggi dan manusia.
Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Jiwa balita baru berkembang sedikit sekali sejajar dengan tubuhnya yang juga masih berkemampuan sederhana sekali. Mungkin makin besar anak itu makin berkembang pula jiwanya, dengan melalui tahap-tahap tertentu akhirnya anak itu mencapai kedewasaan baik dari segi kejiwaan maupun dari segi jasmani. (Made Pidarta,1997:185).
Karena sifatnya yang abstrak,maka kita tidak dapat mengetahui jiwa secara wajar, melainkan kita hanya dapat mengenal gejalanya saja, jiwa adalah sesuatu yang tidak tampak, tidak dapat dilihat oleh alat diri kita. Manusia dapat mengetahui jiwa seseorang hanya dengan tingkah lakunya. Jadi, dari tingkah laku itulah orang dapat mengetahui jiwa seseorang dan tingkah laku merupakan kenyataan jiwa yang dapat kita hayati dari luar.
Pernyataan jiwa itu kita namakan gejala-gejala jiwa, di antaranya mengamati, menanggapi, mengingat, memikirkan dan sebagainya. Sebagai ilmu pengetahuan, psikologi juga mempunyai sifat-sifat yang dimiliki oleh ilmu pengetahuan pada umumny. Karena itu psikologi mempunyai : 1). Objek terrntu; 2). Metode penyelidikan tertentu; dan 3). Sistematika yang teratur sebagai hasil pendekatan terhadap objeknya.
Sedangkan yang dimaksud dengan landaan psikologi dalam bab ini adalah dasar atau pondasi dan asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah psikologi yang dijadikan sebagai titik tolak bagi dunia pendidikan.
1.1 Psikologi Perkembangan
1.1.1 Pengertian Psikologi Perkembanagan
Istilah perkembangan (development) adalah suatu proses perubahan sifat-sifat psikologis. Sebagaimana menurut Muhibbin Syah (2001:41) bahwa perkembangan adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju, sedangkan pertumbuhan (growth) adalah tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran dan arti pentingnya. Psikologi perkembangan menunjukan suatu prose tertentu, yaitu suatu proses menuju ke depan ke arah yang lebih maju da berkembang, serta tidak dapat diulang kembali.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), perkembangan adalah berasal dari kata berkembang. Sedangkan berkembang adalah mekar terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan banyak serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan dan sebagainya.
Jadi, perkembangan adalah proses pertumbuhan dan perluasannya kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya seseorang menuju kea rah yang lebih sempurna atau baik. Tapi yang dimaksud perkembangan disini adalah proses pertumbuhan kepribadian seseorang ke arah yang lebih sempurna atau lebih baik lagi.
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pedekatan-pendekatan yang dimaksud adalah : (Nana Syaodih, 1988) 1. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki cirri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri lainnya. 2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan.Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin,kemampuan intelek, bakat, ras, agama, status sosial ekonomi dan sebagainya. 3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling banyak dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan.
Pendekatan pentahapan ada dua macam, yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang bersifat menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan. Sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang factor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pertahapan Piaget, Kogelbert, dan Erikson.
Menurut Crijns (tt.) periode atau tahap perkembangan manusia secara umum adalah sebagai berikut:
1. Umur 0 – 2 tahun disebut masa bayi.
2. Umur 2 – 4 tahun disebut masa kanak-kanak.
3. Umur 5 – 8 tahun disebut masa dongeng.
4. Umur 9 – 13 tahun disebut masa Robinson Crusoe (seorang petualang).
5. Umur 13 tahun disebut masa pubertas pendahuluan.
6. Umur 14 – 18 tahun disebut masa puber.
7. Umur 19 – 21 tahun disebut masa adolesan.
8. Umur 21 tahun ke atas disebut masa dewasa.
Periode perkembangan tersebut di atas merupakan periode secara umum Artinya ada saja perkembangan anak atau remaja yang menyimpang dari perkembangan umum itu. Sementara itu hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak perempuan rata-rata berkembang tiga tahun lebih cepat daripada anak laki-laki. Hal inilah yang membuat seringkali dalam kenyataan sehari-hari anak-anak perempuan kelihatan lebih dewasa dari pada anak laki-laki yang sebaya dengannya.
1.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
a. Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Arthur Schopenhauer (1788-1860). Aliran ini beranggapan bahwa perkembangan manusia itu dipengaruhi dan ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa. Menurut pendapat aliran ini bahwa, misalnya, baik jahatnya seseorang itu sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh pembawaannya sejak ia lahir. Dan perilaku baik jahatnya tersebut tidak bias dipengaruhi dan diluruskan oleh apapun juga,termasuk oleh proses pendidikan.
b. Aliran Empirisme
Aliran ini dipelopori oleh John Locke (1632-1704). Aliran ini disebut juga dengan aliran eviromentalisme (aliran lingkungan) atau dalam persfektif psikologi disebut aliran environmental psychology.
Doktrin ini menekankan akan pentingnya pengalaman (experience), lingkungan (behavior) dan pendidikan (education). Artinya bahwa perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya (Muhibbin Syah, 2001:44).
Oleh karena itu, aliran ini menganggap bahwa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : faktor lingkungan, pendidikan dan pengalaman. Artinya baik jahatnya seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan luar (behavioristik) bukan lingkungan dalam (genetik). Orang yang hidup diperkotaan akan sangat berbeda kepribadian dan karakteristiknya dengan orang yang hidup dipedesaan. Dan begitupun seterusnya.
c. Aliran Konvergensi
Aliran ini merupakan gabungan antara aliran empirisisme dan nativisme. Artinya bahwa hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh utama aliran ini bernama Louis Willian Stern (1871-1938). (Muhubbin Syah, 2001:46).
Aliran ini beranggapan bahwa perkembangan manusia tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan (pengalaman), juga dipengaruhi oleh pembawaan (genetika). Faktor pembawaan tidak akan berarti apa-apa, jika tidak adanya faktor pengalaman. Dan begitu pun sebaliknya.
1.1.3 Hikmah Mempelajari Psikologi Perkembangan
Adapun hikmah dalam mempelajari psikologi perkembangan antara lain :
a. Untuk memahami garis besar, pola umum perkembangan dan pertumbuhan anak pada tiap fasenya.
b. Dapat memunculkan sikap senang bergaul dengan orang lain terutama anak-anak remaja dengan penuh perhatian pada mereka baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
c. Dapat mengarahkan seseorang untuk berbuat dan berprilaku yang selaras dengan tingkat perkembangan orang lain.
d. Khususnya bagi pendidik dapat memahami dan memberikan bimbingan kepada anak, sesuai dengan taraf perkembangan anak didiknya, sehingga proses pendidikan akan berjalan dengan sukses dalam pencapaian tujuan.
2.3. Psikologi Belajar
2.3.1 Pengertian Psikologi Belajar
Belajar adalah kegiatan yang proses dan merupakan unsure yang urgen dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami perserta didik, baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah dan masyarakat.
Sedangkan menurut E.Usman Effendi dan Juhaya S.Praja (1993:102) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha atau interksi yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dan perubahan keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman itu sendiri. Perubahan-perubahan tersebut akan nampak dalam penguasaan pola-pola sambutan (respon) yang baru terhadap lingkungan, yang berupa skill, habit, attituted, ability, knowledge, understanding, appreciation, emosional, hubungan sosial, jasmani dan etika atau budi pekerti.
Thursan Hakim (2002:1), mendefinisikan tentang belajar, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa kalau seseorang tidak mendapatkan sesuatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, dapat dikatakan bahwa orang tersebut sebenarnya belum memahami proses belajar.
Berdasarkan dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seeorang yang bersifat menetap melalui pengalaman dan latihan yang berinteraksi dengan lingkungannya dan yang juga melibatkan proses kognitif.
2.3.2 Dasar (Hakikat) Belajar
Manusia pada hakikatnya adalah belajar. Proses belajar tersebut sudah dimulai sejak manusia ada di dunia ini. Ia lahir tanpa memiliki pengetahuan, sikap dan kecakapan apapun, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi mengetahui, mengenal dan menguasai banyak hal. Itu terjadi karena proses belajar dengan menggunakan potensi dan kapasitas diri yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS.An-Nahl:78:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 y»|Áö/F{$#urn ìôJ¡¡9$# toyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
78. dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Ngalim Purwanto (1990:84) menganalogikan akan pentingnya seseorang itu untuk belajar, mengatakan bahwa jika bayi yang dilahirkan tidak mendapatkan bantuan dari orang lain, tidak belajar, niscaya binasalah ia. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik oleh manusia dewasa. Benar bahwa bayi yang baru dilahirkan telah membawa beberapa naluri (instink) dan potensi-potensi yang diperlukan untuk kelangsunagan hidupnya, tetapi jumlahnya sangat terbatas sekali.
Orang yang tidak mau belajar dan tidak memanfaatkan potensi dan kapasitas dirinya berarti orang tersebut telah menjauhi hakikatnya sebagai manusia. Derajat orang seperti itu digambarkan oleh Allah lebih rendah dibandingkan binatang (bal hum adhol). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS.Al-A’raf:179:
ôs)s9ur $tRù&us zO¨YygyfÏ9 #ZÏW2 ÆÏiB Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur (öNçlm; Ò>qè=è% w cqßgs)øÿt $pkÍ5 öNçlm;ur ×ûãüôãr& w tbrçÅÇö7ã $pkÍ5 öNçlm;ur ×b#s#uä w tbqãèuKó¡o !$pkÍ5 4y7Í´¯»s9'ré& ÉO»yè÷RF{$%x. ö@t/ öNèd @|Êr& 4y7Í´¯»s9'ré& ãNèd cqè=Ïÿ»tóø9$# ÇÊÐÒÈ
179. dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.
Jadi dapat disimpulkan bahwa proses belajar itu adalah salah satu proses memperlihatkan eksistensi dan jati diri sesorang dalam upaya untuk mencapai kesempurnaan hidup, baik di dunia maupaun di akhirat.
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar
a. Faktor-faktor Luar (Eksternal) Siswa
Faktor-faktor yang berada di luar (eksternal) siswa yang mempengaruhi terhadap akan keberhasilan proses belajar adalah sebagai berikut: 1) Bahan pelajaran; 2) Guru dan metode mengajar; 3) Media pendidikan; dan 4) Situasi lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah maupaun masyarakat.
b. Faktor-faktor Dalam (Internal) Siswa
Faktor-faktor internal siswa adalah semua faktor yang ada dalam diri siswa. Karena itu pada garis besarnya meliputi faktor fisik (jasmaniah) dan faktor-faktor psikis (mental).
Pertama, faktor-faktor fisik (jasmaniah). Faktor-faktor fisik ini berkaitan dengan kesehatan badan dan kesempurnaannya, yaitu tidak mengalami cacat atau kekurangan, yang dapat menjadi hambatan alam meraih sukses diantaranya kesehatan badan dan dan kesempurnaan badan.
Kedua, faktor psikis (mental) diantaranya motivasi, berpikir, intelegensi (tingkat kecerdasan), sikap, perasaan dan emosi, kematangan pertumbuhan dan kemauan serta bakat.
Para ahli psikologi menjelaskan bahwa belajar yang efisien juga tergantung atau dipengaruhi oleh iklim belajar yang mencakup keadaan fisik, sosial, mental siswa, minat, sikap dan nilai-nilai sikap kepribadiannya.
2.4 Psikologi Sosial
2.4.1 Pengertian Psikologi Sosial
Pengertian psikologi sosial adalah psikologi yang secara khusus membicarakan tentang tingkah laku atau aktifitas manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial. Ada suatu kecendrungan umum bahwa orang membentuk kesan tentang orang lain dalam sekejap saja melihat orang atau gambarannya. Seseorang cenderung membuat keputusan sejumlah karakteristik orang yang bersangkutan. Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memiliki tiga kunci, yaitu:1) Kepribadian orang itu; 2) Perilaku orang itu; dan 3) Latar belakang situasi.
Motivasi juga merupakan salah satu aspek psikologis sosial, karena tanpa adanya motivasi seseorang akan merasa kesulitan untuk berpartisipasi di masyarakat. Menurut Klinger (Made Pidarta, 1997: 208-211) ada beberapa yang menentukan motivasi diantaranya:
1. Minat dan kebutuhan individu
Apabila minat dan kebutuhan jasmani, rohani serta sosial anak-anak dipenuhi, maka motivasi belajarnya akan muncul, dengan catatan bahwa minat dan kebutuhannya mendukung kepada proses belajar. Tetapi sikap orang tua tidak baik apabila selalu mengabulkan apa yang diinginkan anaknya. Sehingga dia akan menjadi orang yang pasif karena selalu menunggu dari orang lain.
2. Persepsi kesulitan akan tugas-tugas
Bila anak-anak memandang kesulitan pelajaran itu tidak terlalu berat, melainkan cukup menantang, maka motivasi belajar pun akan muncul. Bertalian dengan ini pendidik perlu mengoreksi materi pelajaran setiap kali akan mengajar agar kesulitan-kesulitannya tidak menguras pikiran anak-anak.
3. Harapan sukses
Harapan ini pada umumnya muncul karena anak itu sering sukses. Berikan dan tanamkanlah kepada anak-anak tentang keberhasilan dan kesuksesan. Sebab siapapun orangnya, akan sangat dipastikan ingin menjadi orang yang sukses dan berhasil. Ada baiknya jika materi pelajaran dibuat bertingkat dan model evaluasi bersifat individual, dengan begitu siswa akan mempunyai motivasi yang positif untuk belajar.
Altman dan Taylor (Freedman, 1981) mengembangkan teori keintiman yang ia namakan penetrasi sosial, bahwa terjadi perilaku yang terjadi antar pribadi yang diikuti oleh perasaan subjektif. Penetrasi ini mencakup sejumlah kehidupan pribadi dan kepribadian serata bersifat intim. Hubungan intim ini terjadi pada kesus-kasus tertentu seperti saling mentraktir tentang ide yang sama, kecemasan yang sama dan sebagainya.
Keintiman hubungan juga dapat berhubungan dengan pendidikan. Misalnya dalam proses belajar bersama, apabila tanpa disertai dengan keintiman hubungan persahabatan diantara mereka akan sulit menciptakan proses belajar yang kondusif. Hal itu membuktikan bahwa keintiman hubungan sangat berkaitan dengan pendidikan.
Perilaku yang bertentangan dengan hubungan intim adalah perilaku agresif. Maksudnya adalah perilaku yang menyakiti orang lain. Ada tiga kategori agresif yaitu: (Freedman, 1981).
1. Agresif anti sosial, misalnya perilaku yang suka menampar orang, memaksakan kehendak, memaki-maki dan sebagainya.
2. Agresif pro sosial, misalnya perilaku memukul pencuri yang sedang mencuri, menembak teroris, menyekap preman dan sebagainya.
3. Agresif sanksi, misalnya wanita menampar karena badannya diraba laki-laki, tuan rumah menembak pencuri yang menjarah rumahnya, wanita memaki-maki orang yang memfitnahnya dan sebagainya.
Ada tiga faktor utama yang menyebabkan perilaku agresif, yaitu:
1. Watak berkelahi. Orang yang merasa lapar, kehausan, bernafsu seksual cenderung berperilaku agresif. Disini insting berkelahi merealisasi diri dalam wujud agresif.
2. Gangguan atau serangan dari pihak lain membuat orang menjadi marah atau agresif. Misalnya sedang asyik menonton film yang bagus ada telepon bordering.
3. Putus asa atau tidak mampu mencapai suatu tujuan cenderung membuat orang agresif. Pemain bola yang hampir memasukan bola tetapi gagal, akan memukulkan tangannya ke tanah.
Cara untuk mengurangi perilaku agresif antara lain:
1. Dengan katalis, yaitu penyaluran ketegangan psikis kearah aktivitas-aktivitas yang bersifat baik.
2. Dengan belajar secara perlahan-lahan menyadarkan diri bahwa agresif itu tidak baik.
2.5 Implikasi Konsep Pendidikan
Tinjauan tentang psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi sosial dan kesiapan belajar serta aspek-aspek individu, memberikan implikasi kepada konsep pendidikan. Implikasinya kepada konsep pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Psikologi perkembangan yang bersifat umum, yaitu berorientasi pada afeksi dan pada kognisi, semuanya member petunjuk kepada pendidik bagaimana seharusnya ia menyiapkan dan mengorganisasikan materi pendidikan serta bagaimana membina anak-anak agar mereka mau belajar dengan sendirinya atau secara sukarela.
2. Psikologi Belajar. Belajar yang efektif dan efisien sangat tergantung atau dipengaruhi oleh iklim belajar yang mencakup keadaan fisik, sosial, mental siswa, minat, sikap dan nilai sifat kepribadiannya. Oleh karena itu, dunia pendidikan terutama kepada seorang guru harus bias menciptakan situasi dan kondisi belajar. Karena jika tidak, para siswa akan merasa bosan, jenuh dan tidak tertarik. Apabila yang muncul sikap jenuh, bosan dan tidak tertarik maka proses belajarnya pun tidak akan berjalan dengan baik dan efektif.
3. Psikologi Sosial
a. Persepsi diri ternyata bersumber dari perilaku yang over dan persepsi kita terhadap lingkungan dan banyak dipengaruhi oleh sikap serta perasaan kita.
b. Pembentukan bisa secara alami, dikondisi dan meniru sikap para tokoh.Pendidik perlu membentuk sikap anak yang positif dalam banyak hal. Oleh sebab itu, cara pembentukan sikap ini perlu direncanakan dan dilaksanakan pada waktu dan situasi yang tepat.
c. Hubungan yang intim diperlukan dalam proses konseling, pembimbingan dan belajar dalam kelompk. Karena itu hubungan seperti ini perlu dikembangkan oleh para pendidik.
d. Pendidik perlu membendung perilaku agresif anti sosial tetapi mengembangkan agresif pro sosial dan sanksi. Pengurangan agresif anti sosial dapat dilakukan dengan menanamkan ketertiban, tidak mengganngu satu sama lain dan berupaya agar anak-anak tidak berputus asa.
e. Pendidik juga perlu mengembangkan kemampuan memimpin di kalangan anak-anak. Sebab kepemimpinan sangat besar peranannya dalam mencapai sukes belajar bersama dan sukses berorganisasi dalam kehidupan setelah dewasa.
4. Wujud perkembangan total atau berkembang seutuhnnya memenuhi tiga criteria, yaitu:
a. Semua potensi berkembang secara proporsional atau berimbang dan harmonis.
b.Potensi-potensi itu berkembang secara optimal.
c. Potensi-potensi berkembang secara integratif.
Komentar
Posting Komentar