Menikahi Ramadan
doaku telah mengkhitbahmu
merindumu dalam sujud para syuhada
mencintamu dalam dzikir para ambiya
ku persunting namamu
di atas tanah lailatul qodar
di atas sayap-sayap penuh harapan
denganmu, aku ingin membawa restu
menyerahkannya pada ridwan
meminta surga untuk sebuah bulan madu
pada tubuhmu, aku berpesta
: sebotol doa, sepiring dzikir,
sesuap tadarus, segelas qiyamullail
lalu aku tumpah, lebam
dalam pangkuan nuzulul quran
aku tak ingin mentalaqmu
mencintamu adalah keabadian
2011
Kisahku pada sepenggal malam
Pada sepenggal Ramadan, jibril mengantarku pada ruh Muhammad, pada jejak-jejak sabda yang tak kau ketahui.
Sebagai bocah, aku turun menatap lekat telinga Muhammad, menggentayangi malamnya, pun malam-malam yang kau patuh dengan sujud air matamu.
Dalam dapur otakmu, aku memasak rindu, menanak kata-kata yang kau lantunkan dalam solatmu, dalam witirmu, dalam segala tarawih yang kau susun bersama sang qunut.
Pada sepenggal malammu, ku titipkan namaku yang akan membuatmu menunduk, merenung, bahkan menumpahkan laut di ujung matamu.
Padamu, aku singgah, merebah, bahkan membumi dalam dzikir-dzikir yang dititipkan Muhammad padamu.
Ketahuilah, wujudku bukan nabi, wujudku bukan rasul, aku hanya amanat yang akan menjadi kunang-kunang dalam pagimu, cahaya bagi siangmu, dan matahari bagi malam-malammu, mimpi kekalmu. Malam telah nyenyak, namun aku tak lekas sepertimu. Nyenyakku ketika tubuh ini terjaga oleh segala tasbih dan lantunan yang menggerayangi tubuhku. Akulah kekasihmu, wahai mursaliin, tabiin, ‘amiliin, mushonnifiin, sholihiin, mu’miniin, muslimiin. Akulah pendamping setiamu. Sampai tanah menutup senjamu.
2011
Metafora Nuzulul Qur’an
alam cerah
menyaksikan suhuf berarak
embun mentahsin hidup
basah pada tubuh ayat-ayat purnama
hikmah turun menderas
menjelma kata dalam lisan huffadz
maka, mengalirlah makna
menjadi dalil dalam takrir para sholihin
alam cerah
menyaksikan suhuf berarak
bertadarus menyusun pahala
mencipta kitab, mengarah petunjuk
mengutuh bumi dengan ziyadah rahmat
alam cerah
menyaksikan suhuf berarak
fashih mentafsir kemarin
mengurai hari
menjelma usia di segala dewasa
alam cerah
menyaksikan suhuf berarak
mentajwid langkah
mengepak sayap-sayap teladan
menjadi waqof pada tubuh-tubuh bahasa
maka, khatamlah segala hitam, segala kegelapan, segala rencana berduri
maka, berjalanlah pada setiap juz yang dijilid-Nya
2011
Maulana Abdul Aziz, lahir di Purwakarta, 09 September 1994. Masih duduk di kelas XII Program Bahasa di SMA Al-Muhajirin. Aktif mengurus Ekstrakurikuler Sastra. Selain sekolah, penulis juga mondok di pesantren yang masih satu Yayasan dengan sekolahnya.
Komentar
Posting Komentar